Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontroversi di Balik Dokter Transplantasi Kepala Manusia

2 September 2017   22:15 Diperbarui: 2 September 2017   22:58 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sergio Canavero

KOMPAS.com -- Bagi Sergio Canavero, tokoh Frankenstein adalah sebuah inspirasi. Ahli bedah saraf Italia ini pernah berkata bahwa novel klasik karya Mary Shelley ini telah mengilhaminya untuk menyelesaikan transplantasi kepala manusia yang pertama di dunia.

Dia sudah mengklaim bahwa prosedur ini akan diselesaikannya pada musim gugur tahun depan di China. Meski begitu, dia sendiri mengaku tidak mengejar prestasi medis yang belum pernah dilakukan sebelumnya di dunia atau untuk menyembuhkan orang dengan luka yang mengacam jiwa.

Sebaliknya, dia ingin operasi tersebut berfungsi sebagai cara untuk mengeksplorasi gagasannya sendiri tentang kehidupan, kematian, dan kesadaran manusia.

Sama seperti dokter fiktif Victor Frankenstein yang menemukan cara untuk memberi hidup pada benda mati, Canavero juga memiliki tujuan untuk mengakali kematian.

(Baca juga: Eksperimen Berhasil, Akankah Transplantasi Kepala Jadi Kenyataan?)

Dokter bedah ini membayangkan masa depan di mana orang sehat dapat memilih transplantasi kepala sebagai cara untuk hidup lebih lama, meskipun harus menyambung kepala mereka pada tubuh kloning.

"Saya ingin memperpanjang kehidupan dan menabrak dinding batas antara hidup dan mati," kata Canavero.

Canavero menjelaskan jika transplantasi kepala akan melibatkan saraf tulang belakang seseorang yang terluka. Saraf yang terluka kemudian dipotong dan kedua ujung yang sehat disatukan.

Dia berencana untuk menempel urat saraf dengan menggunakan Polietilen Glikol (PEG), peralatan umum laboratorium yang digunakan untuk menyatukan sel. Namun, Canavero hanya menyebutnya sebagai "lem".

(Baca juga: Transplantasi Kepala Manusia Akan Dilakukan pada 2017)

Berdasarkan klaim Canavero, dia akan segera menyelesaikan prosedur transplantasi ini dengan dua manusia, seorang warga negara China yang anonim dan pendonor organ otak yang sudah meninggal.

Prosedur ini disebut HEAVEN, singkatan dari Head Anastomosis Venture atau usaha penggabungan kepala. Canavero berkata bahwa dia telah mempelajari konsep transplantasi kepala ini selama lebih dari satu dekade.

Dia lalu membaca buku Frankenstein yang membuatnya tersadar jika ada satu komponen yang kurang dalam prosedurnya, yaitu listrik. "Listrik memiliki kekuatan untuk mempercepat pertumbuhan pada penyatuan urat saraf tulang belakang," kata Canavero.

Sebelumnya, Canavero pernah melakukan prosedur ini pada hewan. Namun, banyak ahli berpendapat bahwa hasilnya tidak memuaskan.

Pada percobaan pertama, Canavero mengklaim telah menghubungkan kembali urat saraf tulang belakang seekor anjing. Kurang dari setahun, dia lalu menerbitkan hasil studinya yang merinci bagaimana dia mencipkakan hewan pengerat berkepala ldua.

Canavero berkata bahwa percobaan ini adalah bukti bahwa dia dan timnya mengetahui apa yang sering dianggap sebagai hal yang tidak mungkin oleh penelitian, penggabungan urat saraf tulang belakang. "Kami memiliki begitu banyak data yang menegaskan hasil penelitian pada tikus dan Anda akan segera melihat anjingnya," kata Canavero.

Namun, banyak ahli yang tidak mendukung dengan alasan kurang bukti.

James FitzGerald, ahli bedah saraf di Universitas Oxford mengatakan jika rencana Canavero untuk menggabungkan dua urat saraf tulang belakang itu tidaklah realistis. "Saya tidak akan dengan mudah berpikir bahwa laporan menggabungkan saraf tulang belakang itu dapat dipercaya," kata FitzGerald.

Robert Brownstone adalah profesor bedah saraf lainnya yang kurang setuju dengan prosedur penggabungan itu. "Banyak gagasan ilmiah hebat yang lahir dari gagasan gila yang ternyata memang benar, tetapi harus ada beberapa aspek mekanistik terhadap gagasan itu, dan saya tidak melihatnya pada prosedur yang akan dilakukan oleh Canavero," kata Brownstone.

Lainnya lagi, John Pickard, profesor bedah saraf di Universitas Cambridge menyarankan agar jurnal Canavero yang sudah terbit dianggap sebagai sebuah masalah yang harus ditindak lanjuti. "Saya rasa itu bukanlah sains," kata Pickard.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun