Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Aplikasi Telegram Disukai Teroris?

15 Juli 2017   08:44 Diperbarui: 15 Juli 2017   09:35 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun upaya Telegram terkesan tidak maksimal dibandingkan jejaring-jejaring sosial di atas, karena Telegram sulit menyasar akun pribadi. Kalaupun akun seorang teroris ditutup, dia bisa dengan mudah membuat akun baru lantaran mudahnya prosedur membuka akun di Telegram.

Begitu pula dengan penutupan Channel terkait terorisme yang dinilai kurang efektif. “Anda bisa membuat Channel baru dalam 30 detik,” kata Yayla.

“Jadi sekarang, alih-alih hanya membuka tiga Channel, ISIS membuka 50 Channel untuk menyebarkan propaganda,” lanjut dia. “Menutup Channel tidak mengurangi aktivitas mereka.”.

Blokir bukan solusi?

Akhir pekan ini, Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana memblokir Telegram dengan alasan menemukan konten bermuatan radikalisme dan terorisme.  Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangarepan, menyoroti fitur Channel di aplikasi chatting itu.

“Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” tutur Semuel dalam keterangan tertulis yang dilayangkan kepada KompasTekno.

Baca: Ini Alasan Pemerintah Blokir Telegram

Rencana pemblokiran di Indonesia memancing reaksi dari Durov, sang CEO Telegram. Durov mengaku bingung karena sebelumnya tak pernah menerima permintaan atau keluhan apa pun dari pemerintah Indonesia.

Pada Juni lalu, Rusia, negara asal Durov, juga sempat mengancam bakal memblokir Telegram setelah mengetahui bahwa aplikasi chatting tersebut dipakai berkomunikasi oleh para pelaku pengeboman di kota Saint Petersburg, awal April 2017, yang menewaskan 15 orang korban.

Telegram kemudian mendaftarkan diri sebagai entitas penyedia informasi digital di Rusia, sesuai permintaan pemerintah kalau tidak mau diblokir di negeri tersebut. Kendati demikian, Durov menekankan pihaknya tetap tidak akan membocorkan informasi pribadi pengguna Telegram. Privasi tetap menjadi prioritas utama.

Seandainya diblokir, apakah penutupan Telegram bakal efektif mengurangi kegiatan terorisme? Durov mengatakan bahwa, kalaupun itu terjadi, para teroris cukup berganti platform untuk mengakali pemblokiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun