Duterte percaya, langkah itu akan cepat memadamkan perlawanan bersenjata dari kelompok teroris yang berkiblat kepada kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Mindanao.
Hingga memasuki minggu keenam saat ini, Pasukan pemerintah terus memerangi teroris yang menduduki Kota Marawi.
Rangkaian pengeboman udara dan artileri, serta pertempuran dalam kota terus berkobar di kota dengan penduduk Muslim terbesar di Filipina tersebut.
Hingga saat ini tercatat sekitar 400 orang tewas, dan memaksa hampir 400.000 orang meninggalkan rumah dan menjadi pengungsi.
Baca: Duterte: Jangan Khawatir dengan Jatuhnya Korban Sipil
Duterte menghadapi reaksi keras dari kubu oposisi di parlemen. Kubu tersebut bulan lalu meminta Mahkamah Agung untuk menolak deklarasi darurat militer, yang telah mereka sebut inkonstitusional.
Konstitusi 1987 memberlakukan pembatasan darurat militer untuk mencegah terulangnya pelanggaran seperti yang terjadi di masa pemerintahan diktator Ferdinand Marcos.
Marcos digulingkan oleh revolusi "Kekuatan Rakyat" yang terkenal di tahun sebelumnya.
Piagam tersebut memungkinkan Mahkamah Agung untuk meninjau kembali basis faktual dalam penetapan status darurat militer.
Status tersebut dibatasi dalam periode awal selama 60 hari. Selanjutnya, jika seorang presiden memutuskan untuk memperpanjang darurat militer, kongres dapat meninjau dan mencabutnya.
Baca: Marawi Sudah Direbut, Parlemen Pertanyakan Status Darurat Militer