MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam memenjarakan pihak-pihak yang mengkritik penetapan status darurat militer di wilayah selatan negara itu.Â
Ancaman itu dilontarkan beberapa hari sebelum Mahkamah Agung memutuskan tentang legalitas kebijakan tersebut, minggu ini.
Namun, Duterte menegaskan, dia akan mengabaikan temuan pengadilan selaku otoritas pengawasan konstitusional.
Duterte menyatakan hanya akan mendengarkan rekomendasi dari angkatan bersenjata.
"Itu tidak tergantung pada kehendak Mahkamah Agung Haruskah saya mempercayainya?" kata Duterte seperti dikutip AFP.
Baca: Siapa Farhana Maute, Ibu Penebus Dendam Keluarga di Marawi?
"Ketika saya melihat situasinya masih kacau, dan Anda meminta saya untuk mengangkatnya? Saya akan menangkap Anda dan menempatkan Anda di balik jeruji besi," kata Duterte lagi.
Hal itu diungkapkan Duterte dalam salah satu bagian pidato di depan pejabat setempat pada hari Sabtu kemarin (1/7/2017).
"Kita bisa membicarakan hal lain dan mungkin membuat kompromi, tapi bukan saat kepentingan negara saya dipertaruhkan," tegas dia.
Sebelumnya, pada akhir Mei lalu, Duterte mengumumkan status darurat militer di wilayah Mindanao, yang kini masih dilanda gejolak.
Baca: Presiden Duterte Tetapkan Darurat Militer di Pulau Mindanao
Duterte percaya, langkah itu akan cepat memadamkan perlawanan bersenjata dari kelompok teroris yang berkiblat kepada kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Mindanao.
Hingga memasuki minggu keenam saat ini, Pasukan pemerintah terus memerangi teroris yang menduduki Kota Marawi.
Rangkaian pengeboman udara dan artileri, serta pertempuran dalam kota terus berkobar di kota dengan penduduk Muslim terbesar di Filipina tersebut.
Hingga saat ini tercatat sekitar 400 orang tewas, dan memaksa hampir 400.000 orang meninggalkan rumah dan menjadi pengungsi.
Baca: Duterte: Jangan Khawatir dengan Jatuhnya Korban Sipil
Duterte menghadapi reaksi keras dari kubu oposisi di parlemen. Kubu tersebut bulan lalu meminta Mahkamah Agung untuk menolak deklarasi darurat militer, yang telah mereka sebut inkonstitusional.
Konstitusi 1987 memberlakukan pembatasan darurat militer untuk mencegah terulangnya pelanggaran seperti yang terjadi di masa pemerintahan diktator Ferdinand Marcos.
Marcos digulingkan oleh revolusi "Kekuatan Rakyat" yang terkenal di tahun sebelumnya.
Piagam tersebut memungkinkan Mahkamah Agung untuk meninjau kembali basis faktual dalam penetapan status darurat militer.
Status tersebut dibatasi dalam periode awal selama 60 hari. Selanjutnya, jika seorang presiden memutuskan untuk memperpanjang darurat militer, kongres dapat meninjau dan mencabutnya.
Baca: Marawi Sudah Direbut, Parlemen Pertanyakan Status Darurat Militer
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H