JAKARTA, KOMPAS.com - Seketika, mata publik tertuju tajam kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Profesionalisme para auditor keuangan di dalamnya disorot dan dipertanyakan. Gara-garanya tak lain lantaran terbongkarnya kasus suap pejabat BPK atas pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) kepada Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
(Baca: Operasi Tangkap Tangan KPK terhadap Pejabat BPK Terkait Predikat WTP)
Seketika itu pula, publik bertanya-tanya, apa dan seberapa penting opini BPK? Mengapa opini itu bisa dilihat jadi lahan korupsi oleh oknum-oknum tertentu?
Sebenarnya, pemberian opini oleh BPK terhadap laporan keuangan pemerintah sudah diatur jelas dalam Undang-undang No.15 Tahun 2006. Hal itu adalah bagian dari tugas dan wewenang badan yang didirikan pada 1 Januari 1946 itu.
1. Apa itu Opini BPK?
Opini BPK sendiri merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah atau lembaga lain yang mengelola keuangan negara.
Ada 4 jenis opini yang biasa diberikan pemeriksa terhadap laporan keuangan yakni opini wajar tanpa pengecualian (WTP), opini wajar dengan pengecualian (WDP) opini tidak wajar, dan pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer).
Pertama WTP. Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material.
Adapun opini WDP menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material, kecuali untuk beberapa hal tertentu.
Sementara itu, opini tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material.