Sebagaimana bisa dilihat dalam video Youtube yang saya kutip sebagai berikut:
Bapak mau kasih tahu pelajaran dari ikan ini. Kalian bisa lihat enggak tadi? Papanya tidak izinkan Nemo masuk ke dalam jaring. Jadi jaring tadi, Nemo bisa keluar masuk kan? Ikan besar akan tertangkap, ikan Nemo boleh (bisa) masuk enggak? Boleh (bisa) juga. Buat apa dia membahayakan nyawanya dengan dia masuk (jaring). Padahal Papanya khawatir. Kalau Nemo masuk (jaring), ikan begitu banyak, bisa kejepit, dan bisa keangkat.
Lalu kita sekarang hidup di zaman orang-orang yang kadang-kadang berenangnya searah, persis seperti ikan. Yang benar, ikan harus berenang ke bawah. Tapi semua ikan ikut jaring ke atas, kalau dibiarkan ikut ke atas, ikan-ikan ini akan mati tidak? Jawab anak-anak, mati.
Bagaimana mereka bisa tahu yang benar? Nemo yang tahu. Waktu Nemo minta berenang berlawanan arah, kira-kira orang nurut tidak? Tidak nurut. Jadi sama, kita hidup di dunia ini, kadang kita melawan arus dan melawan orang yang ke arah berbeda sama kita. Tapi kita tetap lakukan demi menyelamatkan dia. Dia (Nemo) bilang, kalau (Nemo) tidak (masuk jaring), si Dori bisa mati nih, ikan yang biru.
Jadi Papanya (Nemo) mengikhlaskan dan merelakan anaknya untuk masuk (jaring). Lalu ketika dia mulai teriak dan minta tolong, Nemo dan Papanya tahu tidak resikonya? Tahu, bisa kejepit mati ikan kecil. Lalu begitu terlepas, ada tidak ikan yang berterima kasih oleh Nemo yang terkapar pingsan? Tidak ada.
Jadi inilah yang harus kita lakukan. Sekalipun kita melawan arus semua, melawan semua orang yang berbeda arah, kita harus tetap teguh. Semua tidak jujur enggak apa-apa, asal kita sendiri jujur.
Mungkin, setelah itu tidak ada yang terima kasih sama kita, kita juga tidak peduli karena Tuhan yang menghitung untuk kita, bukan orang. Nah ini pelajaran dari film ikan Nemo, jadi bukan soal ketangkap ikannya itu tadi.
Jadi orang tanya sama saya, "kamu siapa?". Saya bilang, saya hanya seorang ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, seperti itu. Ini pelajaran untuk kita, lalu disambut tepuk tangan anak-anak.
Majelis hakim yang saya muliakan. Sambutan tepuk tangan anak-anak kecil di akhir cerita saya tersebut memberi saya penghiburan. Kekuatan baru untuk terus berani melawan arus, menyatakan kebenaran, dan melakukan kebaikan sekalipun seperti ikan kecil Nemo dilupakan. Karena saya percaya Tuhan, segala jerih payah kita tidak ada yang sia-sia.
Tuhan yang melihat hati mengetahui isi hati saya. Saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, yang akan terus menolong yang miskin dan membutuhkan. Walaupun saya difitnah dan dicaci maki dihujat karena perbedaan iman dan kepercayaan saya, saya akan tetap melayani dengan kasih.
Majelis hakim yang saya muliakan, saya bersyukur karena dalam persidangan ini saya bisa menyampaikan kebenaran yang hakiki, dan saya percaya majelis hakim yang memeriksa perkara ini, tentu akan mempertimbangkan semua fakta dan bukti yang muncul dalam persidangan ini. Dimana penuntut umum mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan terhadap agama.