Saat itulah kebermanfaatan kontainer medik udara semakin kentara dengan beberapa uji coba. Berturut-turut:
- 21 November 1987, Bedah Anjing dalam Ruang Udara Tekanan Rendah (RUTR) di Jakarta;
- 28 November 1987, Bedah Manusia di dalam kontainer di RSAU Lanud Halim Perdanakusuma;
- 16 Desember 1987, Bedah Hewan Percobaan Kelinci di dalam kontainer pada ketinggian terbang 23.000 kaki; dan yang paling akhir pada
- Februari 1988, Bedah Manusia dalam penerbangan pesawat Hercules C-130 pada ketinggian 12.000 kaki di atas kota Jakarta.
Dokter Raman menuliskan,
“Akhir 1983, bersama dengan seorang insinyur pabrik pembuat kontainer medik yang saya jumpa di Paris, Perancis, kami presentasi di hadapan Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) TNI dan Direktur Kesehatan (Dirkes) TNI AU beserta staf. Komentar beliau,”Kalau bikin gagasan, jangan yang mahal-mahal.“
Saya menjawab,
”Bila tidak tersedia dana, maka kita pakai perlengkapan dan peralatan kedokteran serta pesawat terbang yang ada alias seadanya. Bila memiliki dana tetapi terbatas, maka kita perbaiki kontainer bekas Bung Karno. Andaikata, ada “Dana dari Langit”, maka kita buat atau beli kontainer medik yang baru.”
Spesialisasi ilmu kedokteran
Masih banyak fakta menarik tentang Kontainer Medik Udara yang ia ceritakan sendiri dalam bukunya ini.
Kedokteran Penerbangan sekarang menjadi salah satu bidang spesialisasi dalam Ilmu Kedokteran. Program studi yang terbentuk pada 22 April 2010 tersebut merupakan satu-satunya program studi kedokteran penerbangan yang ada di Indonesia.
Rintisan dimulai ketika pada bulan Juni 1989, Dokter Raman sebagai Direktur Kesehatan TNI AU yang pertama, merintis kerja sama dengan FKUI dan mendapat dukungan dari Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. dr. Asrul Aswar, MPH, untuk menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan.
Hasilnya: berkat jerih-payah sejumlah pejabat Direktorat Kesehatan AU (Ditkesau) yang kesemuanya Dokter Penerbangan, empat tahun kemudian PB-IDI meresmikan terbentuknya Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan (Perdospi).
Status purnawira atau pensiunan tentara, tidak membuat prestasi dr. Raman terhenti. Ia bahkan masih aktif melakukan Bedah LASIK di Rumah Sakit Mata AINI dan Jakarta Eye Center sampai akhir hayatnya.