Slamet Soebjakto mengatakan, memang seharusnya penyuluh perikanan lebih bagus mengelola lahan budidaya sebagai tempat ujicoba setiap teknologi baru sebelum disebarluaskan ke pembudidaya binaannya. "Saya sempat kaget karena kakap putih bisa dibudidayakan bersama dengan udang windu dalam satu petakan tambak yang lebih awal dicoba oleh penyuluh," ungkap Slamet ketika melakukan sampling pertumbuhan kakap putih di desa Waetuoe.
Budidaya kakap putih yang berlangsung di kelompok pembudidaya ikan di desa Waetuoe dan di kelurahan Lanrisang kecamatan Lanrisang merupakan benih bantuan dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon. Tahun 2019 sudah ada sekitar 335 ribu ekor bantuan benih kakap putih dari BPBL Ambon yang tersebar di lima kelompok pembudidaya ikan di kecamatan Lanrisang dan kecamatan Suppa.Â
Pertumbuhan kakap putih cukup bagus dan lebih cepat dari bandeng. Dengan padat tebaran 1.000 ekor per hekatar mampu mencapai bobot 300-350 gram per ekor dalam tempo 75 hari sejak tebar. Agar bisa hidup secara polikultur dengan udang windu maka lebih dahulu ditebar benur udang windu 10-15 ribu ekor.Â
Selang satu bulan baru disusul tebar benih kakap putih sehingga ikan kakap tidak memangsa udang windu. Ikan kakap seberat 300-350 gram itu sudah laku di pasaran sekitar Rp.20-25 ribu per ekor. Untuk satu hektar tambak bisa panen kakap putih 150-200 kilogram dan udang windu 200-300 kilogram persiklus
 Dirjen mengatakan, budidaya kakap putih memiliki prospek pasar yang bagus, selain dipasarkan hidup juga dipasarkan dalam keadaan sudah mati dengan harga yang sama-sama mahal. Soebjakto juga menjelaskan, bantuan benih ikan dari KKP sebagai bentuk motivasi bagi pemerintah pusat agar pembudidaya tetap semangat meningkatkan produksi hasil perikanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H