Mohon tunggu...
de Gegan
de Gegan Mohon Tunggu... Petani - LAbuan Bajo | Petani Rempah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis apa saja dari kampung. Agar dibaca oleh orang orang kampung lainnya, yang kebetulan berada di kota atau di sebelah lingkaran bumi ini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sophia Produk Miras Lokal yang Menjadi Kebanggaan

24 Juni 2019   15:16 Diperbarui: 24 Juni 2019   21:12 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sophia(sopi asli) adalah salah satu merk minuman keras (red:beralkohol) dari pulau Flores-NTT yang baru-baru ini resmi diluncurkan oleh pihak Pemprov NTT bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana (Undana) kupang. Proses riset hingga pembuatan Sophia memerlukan waktu cukup lama dengan melibatkan empat profesor ahli dari Undana.

Sophia terbuat dari tanaman siwalan pohon lontar dan enau. Kadar alkohol yang tekandung dalam Sophia mencapai 35 hingga 40 persen.
Minuman sejenis Sophia ini mempunyai banyak sebutan lokal seperti sopi, tuak, BM dan moke. Tetapi nama yang paling familiar dan menjadi ciri khas dari Pulau Flores adalah sopi. Sopi adalah simbol adat, persaudaraan dan pergaulan bagi kami masyarakat Flores. Sopi adalah Arak Tradisional Lambang Persaudaraan di NTT.

Hampir sebagian besar penduduk di Pulau Flores  menggantungkan ekonomi rumah tangga dari perkebunan dan produksi sopi. Pun anak-anak warga dapat bersekolah hingga bangku perguruan tinggi karena ditopang oleh usaha sopi ini. Lagi pula sopi juga menjadi salah satu syarat dan proporsinya sangat penting dalam proses ritual adat.

Konsumsi sopi di Pulau Flores dan di NTT secara keseluruhan sangatlah tinggi. Terkhusus bagi kami di Pulau Flores sudah menganggap sopi ini sama kedudukannya dengan kopi. Jadi untuk setiap tamu yang datang, pasti kami tawari minum sopi atau kopi.

Kendati demikian dalam kehidupan kontekstual masyarakat NTT, pengaruh menenggak sopi ini sama sekali tidak menciptakan situasi kacau dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Menenggak sopi ini tidak akan membuat masyarakat berperilaku diskriminatif, melakukan persekusi dan kekerasan berbau SARA.

Perlakuan petani akan pohon enau penghasil sopi ini sedikit berbeda dengan pohon alami lain. Pada umumnya, petani membiarkan pohon enau (mike) tumbuh dan berkembang secara alami di kebun lahan kering. Biasanya, mereka tidak memusnahkan saat pembersihan lahan siap tanam.

Tanaman yang satu ini tidak ditebang. Hanya membersihkan sekitar pohon sekali dalam musim tanam. Tumbuhan ini dibiarkan hidup. Tidak ada upaya menaburi pupuk. Tiada usaha membudidayakan. Juga tidak ada perlakuan khusus walaupun memberikan banyak manfaat bagi tuan kebun.

Binatang Musang menabur biji pohon enau, manusia menuai hasil setelah menjadi besar. Musang memakan buah pohon enau lantas bijinya dibiarkan jatuh ke tanah. Hewan inilah yang mengambil buahnya sebagai salah satu makanan. Buah dibawa pergi ke tempat-tempat yang aman buat makanan. Biji-biji enau dibiarkan jatuh ke tanah.

Lama kemudian biji-biji itu tumbuh dan berkembang. Dengan demikian binatang Musang secara tidal sengaja seakan menabur biji enau ke tanah. Ada biji yang ditaburi di ladang atau di hutan belukar dekat kebun petani. Ketika biji itu bertumbuh menjadi besar maka manusia pada umumnya atau petani khususnya memanfaatkan bagian-bagian dari pohon enau.

Tangkai buah kemudian diolah sebagai sumber penyadapan air moke putih untuk diminum atau diolah menjadi sopi dan gula. Kini air mokepun dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk fermentasi pembuatan pupuk dan pestisida nabati alami bagi tanaman kakao-coklat dan ijuk untuk membuat sapu atau atap rumah. Lidi dijadikan sapu atau dianyam menjadi piring buat rental saat pesta. Buah enau mengandung rasa gatal dapat dipakai sebagai obat menghalau hama tikus yang menyerang tanaman padi.

Petani tradisional sangat menghargai pohon enau. Sebab pengalaman bertani membuktikan sistem akar yang dalam mampu menaikan permukaan tanah hingga menjadi subur.

Tanaman ini pun mempunyai fungsi menahan erosi saat tiba banjir pada musim hujan. Oleh karena itu, pohon ini sama sekali tidak boleh diganggu oleh manusia. Usaha dan ancaman merusakan dari pihak-pihak luar selalu diawasi. Sebab ini adalah pengalaman leluhur yang diwariskan bagi anak cucu yang telah teruji dari masa ke masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun