Yana Haudy, Kompasianer yang menuliskan resensi dari novel ini mengatakan bahwa ia merasa geli, karena merasa sudah mengenal nama-nama tokoh dalam nove ini. Terutama Acek Rudy yang dinilai narsis karena juga tampil sebagai salah satu karakter pendukung.
Yana Haudy rada-rada benar, sih.
Namun, perlu dipahami bahwa ini adalah bagian dari proses kreatifku. Aku membutuhkan inspirasi untuk mengembangkan karakter tokoh. Sebagai contoh, Kompol EfWe yang aku buat sedikit berangasan, tapi rasional ini saya ambil dari persepsi yang saya tangkap di dunia nyata.
Hal yang sama juga dengan Lintang Ayu yang suka bercanda, dan Felix Tani yang suka nyeleneh tapi berbobot. Di beberapa bagian, aku bahkan mengajak teman-teman Kners untuk menuangkan isi kepalanya ke dalam novel. Seperti pada teks breaking news yang dibuat oleh Siska Artati dan pidato pamungkas Suhu Yong-min yang dikonsep dari pemikiran Kners Miguel Dharmadjie sendiri.
Lalu, bagaimana dengan diriku? Ah, anggaplah sebagai ajang promosi, agar pembaca tahu kalau diriku bergelar Numerolog Pertama di Indonesia versi Rekor Muri. Tapi, memang narsis sih. Hehehe.
Wasana Kata
Jia Effendie memberikan pesan kepadaku. Setiap karya novel adalah tonggak penanda atas transformasi sang penulis. Saya tidak mengatakan bahwa novel kedua ini lebih baik dari yang pertama. Namun, saya harus jujur mengatakan bahwa novel keduaku memiliki rasa baca yang lebih renyah dan alur yang lebih menegangkan.
Harapanku, semoga aku bisa konsisten menghasilkan karya-karya lainnya yang lebih memuaskan. Dan, semoga karma baikku berbuah, hingga salah satu novelku akan diangkat ke layar lebar. Sadhu-Sadhu Sadhu.
Sampai di sini dulu ya, mengenai synopsis akan aku buat dalam kesempatan berbeda, setelah novel ini sudah tersedia di Toko Buku dan Toko Online.
Salam dan Terima Kasih