Sampai sekarang "Palu Gada" tetap tertera pada profilku. Yang berarti sebagai penulis di Kompasiana, tidak ada tema khusus yang kupilih. Lagipula, merek itu sesuai dengan kisah perjalananku di Kompasiana. Jadi, tidak ada yang perlu diubah.
2019-2020, Tahun Masih Unyuk-Unyuk
Awal-awal berkarya di Kompasiana (K), aku banyak menulis tentang Numerologi, alias ilmu filsafat angka yang kebetulan aku tekuni. Dihubungkan pula dengan dunia metafisika, dan menganalsisisnya dari sisi pikiran yang berlogika. Mencoba memberi warna berbeda tentang mistisisme.
Selain itu, aku juga banyak menyentuh filsafat ringan. Khususnya tentang pemahaman dan makna hidup ala Taoisme, Buddhisme, dan Confucianisme yang aku hubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Cukup mengesankan, seringkali diganjar AU oleh admin Kompasiana. Thus, sebagai puncaknya, pada 2020 saya terpilih menjadi salah satu nominee dalam kategori Best in Spesific Interest.
Inilah sekelumit kisah singkat di awal perjalanan di K yang aku mulai sejak akhir Desember 2019 silam.
Tahun 2021, Masa-Masa Kegilaan
Tapi, lama kelamaan bosan, tulisan-tulisan itu aku rasa terlalu kaku. Syahdan, memasuki 2021, gaya menulis bebas pun aku adopsi dan di sanalah merek Palu Gada mulai melekat. Â
Tema yang sedikit 'nganu' pun menjadi pilihanku. Kata Kompasianer lainnya, itu tentang Kamasutra. Agak nyerempet-nyerempet gimana tuh.
Kamu, kamu, dan kamu tentu bisa mengatakan apa saja. Tapi, bagi diriku, itu adalah kreativitas. Tersebab tema yang dianggap tabu kayak tebu, ternyata memiliki banyak sisi yang bisa dikupas. Baik dari hal yang lebih serius, seperti kesehatan, pendidikan, sejarah, dan budaya, hingga yang lebih ekspresif seperti opini dan humor.
Lalu melebar lagi, menjadi berbagai genre tulisan yang lebih variatif. Mulai dari hal yang lebih serius, semacam politips tentang dunia usaha dan keuangan, atau fenomena-fenomena kehidupan yang kuanggap unik.
Sesekali juga tentang isu terkini dengan tambahan bumbu opini. Kadang-kadang bisa juga membuat jurnalisme warga, jika kebetulan ada yang menarik untuk dituliskan. Dan, di lain waktu, aku bisa membuat humor untuk merisak teman-teman sesama Kompasianer. Â
Pokoknya, tahun 2021 merupakan puncak-puncak produktivitasku. Terinsipirasi oleh duo legendaris, Pak Tjip dan Bunda Rose, saya mencoba menantang diriku sendiri; One day one article.
Ternyata bisa!
Ada sekitar 580an tulisan yang kubuat dalam rentan waktu setahun. Tulisan-tulisan itu juga mendapat sambutan hangat, bisa terukur dari jumlah keterbacaan. Thus, sebagai hasilnya, pada akhir 2021 saya masuk sebagai salah satu "Kompasianer dengan tulisan yang paling banyak dibaca."
Perjalanan berlanjut, memasuki tahun 2022, Tahun Penuh Kejutan
Masih tetap sama, genre Palu Gada masih kuusung kuat. Konsistensi membuahkan hasil. Setidaknya ada tiga artikel yang dibaca hingga ratusan ribu kali, dan satu tulisan tentang minyak goreng menyentuh angka 1,6 juta keterbacaan.
Namun, frekuensi menulis lebih berkurang. Dalam kurun waktu setahun itu, aku hanya berhasil menelurkan sekitar 350-400 tulisan. Meskipun demikian, hasil karyaku masih bisa diperhitungkan. Lalu, title The Most Viewed pun masih melekat untuk dua tahun berturut-turut.
Memasuki akhir 2023, Tahun yang Berbeda
Aku tercengang! Baru sadar sekarang, saat akhir tahun sudah mendekati. Ternyata tulisanku di Kompasiana hanya sekitar 40an. Jumlah yang menurun drastis. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, satu bulan bisa minimal 25 tulisan.
Apa yang terjadi? Â
Sebenarnya, aktivitas menulis saya tidak berkurang. Sampai hari ini, masih tiada hari tanpa menulis. Hanya saja, bukan di Kompasiana, melainkan rangkaian-rangkaian kisah berseri yang kurajut menjadi sebuah kisah utuh.
Setelah menyelesaikan novel pertama Berdansa dengan Kematian, yang diterbitkan oleh Elex Media pada bulan Mei 2023, saya masih melanjut dengan empat novel lagi.
Dua sudah utuh dan sementara dikurasi oleh penerbit, yakni Qi-Sha dan Chuang Bali: Jomlo dan Pei-jit. Sementara dua lagi masih sementara dikerjakan. Rencana judulnya adalah Petabhumi (atau opsi lainnya, Nuwa-Nuxi) dan De Oud Ziel.
Dari keempatnya, tiga novel bergenre mistery thriller, dan satu lagi yang judulnya Chuang Bali bertemakan humor.
Meskipun demikian, kecintaan saya di Kompasiana tidak memudar sama sekali. Jarang menulis, menyapa, bahkan membaca tidak berarti saya meninggalkan Kompasiana.
Itu karena di blog bersama ini, saya menemukan rumah. Bertemu dengan saudara-saudara literasi, menjadi akrab satu sama lain walaupun belum pernah bertatap muka secara langsung. Itu semua adalah Berkah Utama.
Lalu, apa kira-kira rencanaku menyambut 2024 nanti.
Tidak ada target khusus, tidak ada keinginan khusus, dan tidak ada ambisi khusus. Hanya menulis dan menulis saja. Jika semuanya aman saja, maka rumah bersama ini akan selalu kukunjungi. Apakah hanya untuk sekadar membaca atau menuangkan tulisan, yang sampai hadir. Jujur, itu lebih nikmat daripada menjadikan hasil karya sebagai beban.Â
Entah sampai kapan. Yang pasti tidak ada selamat tinggal, sebagaimana tidak pernah juga ucapan selamat datang. Semoga perjalanan hidup ini senantiasa dikenang, dan menjadi sebuah episode tersendiri dalam hidupku.
Selamat Ulang Tahun Kompasiana yang ke-15
Semoga umur Panjang dan senantiasa menyebarkan kebaikan bagi bangsa dan negara.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H