Arun dihadapkan dengan sebuah situasi pelik. Ia harus memilih di antara dua pilihan sulit. Memuaskan keinginan Zasil atau mengorbankan nyawa sahabatnya. Pertarungan sengit pun terjadi di antara kebaikan melawan kejahatan.
Meskipun pada akhirnya kebaikan berhasil mengalahkan kejahatan. Meski pada akhirnya, Tomi dan kawan-kawannya berhasil menuntaskan misinya, teror belum sepenuhnya berakhir. Kutukan buku Gali Lubang Buka Lubang semakin menjadi-jadi. Semakin banyak korban, semakin banyak nyawa yang melayang.
Tomi, Maandy, dan kawan-kawannya kembali harus menuntaskan misi kedua mereka. Mencari tahu asal-usul dari si Penulis Hantu yang tak henti-hentinya menebar teror.
Akhir perburuan yang mendebarkan. Apa yang menanti jauh lebih berbaya dari apa yang mereka hadapi. Wujud kematian telah menyebar. Dalam sosok iblis yang tak pernah disangka-sangka.
Baca juga:Â Berdansa dengan Kematian, Pesan Tanpa Nasihat
Novel ini dibuat dengan alur yang tidak biasa. Menggiring pembaca ke masa lalu, lalu kembali lagi ke masa kini, menembus batas waktu. Membuat pembaca selalu ingin menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, semakin menebak, alur selanjutnya semakin sulit untuk ditebak. Hingga berujung kepada sebuah akhir yang mengejutkan.
Berdansa dengan Kematian mengadopsi tema psikologi thriller. Membuat pembaca bergidik karena alur kisahnya, bukan hanya sekadar jumpscare. Bertaburan cerita horor yang dibumbui adegan berdarah-darah, perkelahian seru, intrik culas, dan mitos alam gaib. Novel ini mampu memainkan emosi pembaca dengan begitu banyaknya plot twist yang tersaji.
Last but not least, secara keseluruhan novel yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo ini mengandung pesan universal. Meskipun dikemas dalam filosofi Buddha-Dhamma, tapi cukup relevan dengan kejadian sehari-hari manusia. Membawa pesan bahwa kebencian tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya cinta kasih yang bisa membawa kedamaian.
**
Acek Rudy for Kompasiana