"Maksudnya..." Tomi belum paham.
"Ah Tomi, Tidakkah kamu mengerti. Bagaimana dirimu mendapatkan portal beritamu? Engkau melakukan dengan cara licik bukan? Bosmu engkau jebak sampai meninggal, hingga akhirnya "Sakral" menjadi milikmu sekarang, bukan?"
Si kakek berbicara dengan lancar membocorkan semua rahasia Tomi belum pernah ia ungkapkan selama ini.
"Begitu pula diriku, nak. Untuk apa aku bekerja dengan pemilikku jika aku bisa menjadi kaya?" lanjut si kakek.
"Mak... maksud bapak..."
"Nak, aku suka dengan kemunafikanmu, kamu akan aku ambil."
"Ti... tidak, Pak! Sudah berhenti, saya pamit," Tomi berdiri dan hendak berlari. Akan tetapi langkahnya terhenti karena ia tidak menemukan pintu keluar.
Belum sempat rasa kagetnya hilang, badan Tomi tiba-tiba menyusut, hingga hanya setinggi kaki meja. "Tidak.... Tidakkkk.... Tidakkkkk!!! Tomi berteriak, tapi tidak ada satu orang pun yang mendengarkan.
**
Nino kembali ke warung Bejo. Ia tidak bermaksud membeli bakso. Tapi, ingin bertemu dengan si kakek tua yang sudah memberikannya peringatan.
Nino bermaksud menanyakan keberadaan Tomi, sahabatnya. Sudah beberapa hari ia hilang. Dengan perlahan, Nino melangkah masuk ke warung itu. Penuh konsentrasi sembari mawas diri. Tapi, langkahnya terhenti di depan pintu. Ia urung masuk ke dalam warung.