"Lalu siapa yang mereka santet?" Megan kembali bertanya.
"Sudah kuduga engkau akan menanyakan itu. Ritual itu bernama da siu yun. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia, artinya cukup jelas, "menyantet musuh."
Dan kebetulan malam ini adalah festival Ulambana. Atau lebih dikenal dengan festival Hantu Kelaparan. Malam ini, diyakini banyak hantu-hantu kelaparan berkeliaran, sehingga Shi Ngoi-pho lebih mudah melaksanakan tugasnya.
"Apakah warga di sini masih percaya santet?" Megan lanjut bertanya, pikiran logisnya masih belum bekerja.
"Tidak juga. Penduduk Hong Kong tetap mempertahankan tradisi ini, tapi tujuannya sudah berbeda."
"Di zaman dulu, santet da siu yun memang digunakan oleh penduduk Hong Kong untuk menyantet musuh. Tapi, di zaman sekarang, dimana rasionalitas sudah bertumbuh pesat, warga Hong Kong menjadikan ritual ini sebagai ajang curhat." Tito bercerita dengan lancar.
"Coba lihat foto-foto yang mereka bawa. Kebanyakan adalah sosok publik. Seperti politikus-politikus yang dibenci, para pemangku jabatan, hingga bintang film Hollywood yang menjengkelkan," Tito melanjutkan tanpa bisa menahan tawanya.
Megan pun ikut tertawa. "Apakah ada efeknya?" ia bertanya.
"Sssttt... jangan bilang-bilang ya, tahun lalu saya juga menyantet seseorang. Seorang penyanyi lokal yang kubenci. Iseng aja, ikutan rame..." Tito melanjutkan ceritanya, tapi kali ini dengan mimik wajah yang lebih serius.
"Lalu... beberapa bulan setelahnya ia meninggal. Kecelakaan mobil di jalan raya Tsim Tsa Tsui. Ia mati terbakar!"
"Ha, serius loe, Tito." Megan masih belum bisa mencerna semua kisah yang diutarakan Tito. Otaknya serasa buntu untuk mencerna semuanya yang terasa tak masuk akal.