Sejatinya final Piala Dunia 2022 baru akan diselenggarakan pada 18 Desember nanti. Tapi sejak awal tahun, sudah banyak prediksi mengenai hasil akhir. Siapakah yang akan menjadi jawara.
Menurut FIFA, sekitar 5 miliar orang yang menonton Piala Dunia tahun ini. Tentu saja, setiap orang punya prediksinya. Atau lebih tepat disebut harapan.
Pun halnya dengan penyandang gelar Juara Dunia. Mendapat hak bergengsi selama 4 tahun sebagai negara yang pantas memimpin panggung sepak bola.
Lha, kok rasa-rasanya seperti pilpres saja ya. Ah, tentu beda. Presiden menentukan hayat hidup orang banyak, sedangkan menjadi juara Piala Dunia hanya sekadar titel bergengsi saja.
Tapi, ada samanya lho. Paling tidak sebelum 18 Desember nanti.
Mengapa demikian? Itu karena adanya elektabilitas, polling, dan survei independent. Mau tahu seperti apa?
Reuters adalah salah satu kantor berita terbesar di dunia dengn kredibilitas level premium. Mempekerjakan sekitar 2.500 jurnalis yang mempunyai cabang di sekitar 200 lokasi di seluruh dunia, tentu bukanlah organisasi kecil.
Nah, baru-baru ini Reuters mengadakan polling yang melibatkan 135 analis pasar tentang beberapa hal.
Hasilnya, hampir setengah dari responden memilih Brazil sebagai juara. Sementara sekitar 30% lainnya memilih Argentina dan Prancis. Sisa 20% kemudian terbagi rata untuk beberapa negara.
Jika dilihat sampai babak penyisihan 16 besar, voting ini cukup masuk akal. Tiga tim teratas masih melaju kencang.
Adapun sumber responden dari polling ini, 50% berasal dari Eropa. Amerika Utara dan Asia dengan masing-masing sebesar 15%. Lalu, Amerika Selatan sekitar 10%, sisanya berasal dari Australia, New Zealand, dan Sebagian Afrika.
Pertanyaan yang cukup menggelitik, apakah hasil polling mewakili hasil akhir? Rasanya sih tidak mungkin, tetapi ini bukan kali pertama Reuters melakukannya. Pada Piala Dunia 2010 silam, hasil polling menunjukkan keakuratannya, Spanyol juara.
Bukankah sekilas terlihat seperti survei elektabilitas Pilpres?
Tapi yang masih membingungkan, adakah relevansi antara popularitas dengan juara? Mungkin juga ada ya, sebabnya demikian;
Berdasarkan Pengalaman
Responden tentu tidak membuat pilihan serampangan. Apalagi ini adalah para pakar analisis. Sebagai contoh, Brazil menjadi juara karena dinilai memiliki kedalaman variasi dalam menyerang. Duo Neymar dan Vinicius Jr yang menjadi alasan. Lini tengah juga tidak kalah berbahaya dengan kehadiran Casemiro dan Silva. Apalagi dua kiper Brazil juga sedang naik daun. Ada Ederson yang bermain untuk Manchester City dan Alisson di Liverpool.
Berdasarkan Kenyataan
Saat ini Brazil menduduki peringkat pertama FIFA. Hasil Elo Rating juga menunjukkan hal yang sama. Secara probabilitas, tim terkuat tentu memiliki peluang lebih besar. Akan tetapi seperti kata pepatah, bola itu bundar. Tidak semuanya yang terbaik mampu memenangi pertandingan, terkadang harus mengandalkan faktor keberuntungan juga. Kendati demikian, melihat latar belakang responden yang merupakan sosok ilmuwan, statistik tetap menjadi andalan.
Berdasarkan Doa
Yang terakhir, jangan remehkan kekuatan doa. Tentu saja para pakar tidak mau kehilangan muka. Mereka mengharapkan pilihannya yang tepat. Ini persoalan reputasi. Dalam aturan umum, mereka yang paling banyak didoakan seharusnya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk keluar sebagai pemenang.
Bukankah begitu?
Oh ya, polling reuters tidak semata menentukan kampiun juara, tetapi juga peraih Bola Emas dan Sepatu Emas. Sebanyak 50% partisipan memilih Neymar atau Messi untuk titel Bola Emas.
Sementara sepatu emas akan jatuh ke tangan Kylian Mbappe. Bukankah akan seperti itu? Sampai saat ini pemain asal Prancis itu telah mengoleksi 5 gol, terbanyak di antara semuanya.
Iya sih, tetapi ingat polling ini diadakan pada pertengahan November 2022, sebelum kick-off Qatar 2022 dimulai.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H