Kami berjalan bersama ke tempat parkir. Pembicaraan dimulai dengan obrolan ringan. Biasanya untuk beberapa saat, lalu masuk ke soal pekerjaan. Apa saja agendanya, dan siapa saja yang sudah menunggu. Atau apakah ada perubahan jadwal atau tempat.
Sepanjang perjalanan, perbincangan benar-benar berkualitas. Baik tentang pekerjaan atau urusan yang belum beres. Termasuk juga langkah apa yang harus ditempuh, seandainya ada yang tidak sesuai harapan.
Sekali lagi, benar-benar berkualitas, karena percakapan tidak terganggu dengan bunyi aplikasi media sosial.
Sesampainya di tempat persinggahan pertama, telpon menjadi kewajiban utama. Mengabari istri atau keluarga, bahwasanya saya sudah tiba dengan selamat. Itu lebih dari cukup, tidak perlu tahu lagi sedang dimana, sedang bikin apa, sedang bersama siapa. Kejujuran pada saat itu bukanlah barang langka.
Durasi pekerjaan di tempat pertama, sudah ditentukan. Jika hanya dua jam saja maka begitulah seharusnya. Memperhitungkan apa yang perlu didiskusikan plus kemacetan di jalan.
Apakah bisa? Selama itu selalu aman saja. Menurut saya, itu karena tidak ada gawai yang diperlukan, hanya untuk melihat status di lini masa.
Jika ada kelanjutan pertemuan setelah itu, segeralah dibicarakan. Apakah makan malam bersama, atau kelanjutan rapat untuk keesokan harinya. Mudah, bukan?
Selanjutnya adalah berpindah tempat ke jadwal berikutnya. Sebelum memanggil taksi, menelpon dulu ke pemilik janji. Memastikan jika saya berangkat dalam waktu 10 menit dari daerah sini ke arah situ. Perkiraan waktu sudah bisa direka. Sesampainya di sana, pertemuan berjalan lancar.
Saya tersenyum, Sepintas lalu membayangkan betapa hebatnya orang zaman dulu. Tidak akan hilang meskipun tidak bergawai.
Tapi, memang zaman sudah berubah. Hidup sudah menjadi tidak masuk akal tanpa gawai pintar di sisimu. Perkembangan teknologi membuat segala sesuatu menjadi mudah. Banyak hal yang didapatkan dengan sentuhan jari.
Saya lalu membuat daftar kecil di pikiranku. Apa saja kemewahan yang kudapat saat ini yang belum dimiliki oleh diriku tiga dasawarsa lalu?