Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Transformasi Cheongsam dan Makna Politis Busana Ibu Negara China

17 November 2022   13:02 Diperbarui: 17 November 2022   13:05 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transformasi Cheongsam dan Makna Politis Busana Ibu Negara China (gambar:nst.com.my)

Perhelatan KTT G20 telah berakhir. Menyisakan banyak kenangan manis dengan kedatangan para pemimpin dunia. Tampak pula beberapa ibu negara yang hadir. Penampilan mereka menarik untuk dilirik.

Setidaknya ada empat yang menjadi pembicaraan. Ibu negara Turki, Emine Erdogan hadir dengan tunik bermotif hijau sage. Dipadukan dengan trouser dan hijab serasi. Tidak kalah pula sepatu wedges dan aksesori pelengkap.

Ibu negara Jepang, Yuko Kishida mengenakan busana hitam dengan rok setinggi lutut. Berpadu dengan blazer berwarna abu-abu. Ibu negara Korea Selatan, Kim Keon Hee tampil sederhana. Blouse lengan pendek berwarna krem. Rok sepan di bawah lutut. Riasannya juga sederhana, menampilkan ciri khas dari Korean Makeup Style.

Kehadiran Kim menjadi buah bibir di media sosial. Di usianya yang ke-50, wajahnya terlihat jauh lebih muda. Netizen memujinya, ibu negara Korea Selatan tidak kalah menawan dari para artis K-Pop negara itu.

Namun, saya lebih tertarik membahas penampilan ibu negara China, Peng Liyuan yang selalu hadir dengan dress sederhana. Baik pada saat tiba di Bandara Ngurah Rai, maupun pada saat menemani Xi Jinping dalam welcoming dinner.

Dress? Anda salah, tampilan Peng tidak sesederhana itu.

Apa yang si Ibu Negara China itu kenakan mengandung pesan yang jauh lebih luas. Mencakup tren, menyentuh politik, bahkan mengandung makna yang dalam tentang bagaimana China bertransformasi dari negara yang tertutup menjadi sebuah kekuatan adidaya dunia.

Mau tahu sebabnya?

Mari kita mulai dari siapakah Peng Liyuan. Kita mengenalnya sebagai Ibu Negara China, pendamping setia Presiden Xi.

Sebelum menjadi ibu negara, Peng adalah seorang penyanyi lagu balada terkenal di China. Menyanyikan lagu-lagu rakyat, mengumandangkan kebangkitan China. Ia telah tampil di seluruh penjuru Tiongkok dan mendapat julukan sebagai Peri Bunga Peoni.

Sejatinya nasionalisme Peng tidak dibuat-buat. Saat ia masih berusia 18 tahun, ia dengan sukarela mendaftarkan dirinya sebagai Tentara PLA, Angkatan Bersenjata China. Di militer, Peng mendapatkan tugas khusus, sebagai penyanyi lagu-lagu kebangsaan pada setiap acara militer di seluruh China.

Wanita yang memiliki gelar master di bidang musik ini tidak hanya dikenal sebagai penyanyi. Ia juga adalah sosok penting dalam dunia mode China. Dalam setiap penampilannya di publik, Peng selalu mengombinasikan gaya berbusana modern dan mode tradisional China.

Ibu negara itu bahkan masuk dalam deretan wanita berbusana terbaik versi Vanity Fair, 2016 silam. Peng tidak pernah takut bereksperimen dengan gaya busananya. Majalah Fesyen kelas dunia, Porter bahkan mengakui jika keahlian Peng berbusana sudah sekelas penata mode kelas dunia.

Termasuk gaya berbusananya pada perhelatan KTT G20 di Bali.

Saya mengatakan kepada istri saya, bahwa itu adalah busana tradisional China yang bernama Qipao atau Cheongsam. Istri saya tidak setuju. Karena menurutnya, Cheongsam seharusnya close fitting, sebagaimana yang dikenakan pada saat imlek.

Nyatanya, saya berhasil membuktikan bahwa dirinya salah. "Mari kembali kepada sejarah fesyen di China."

Cheongsam dengan model yang kita ketahui sekarang lahir di Shanghai, China pada awal tahun 1920an. Saat itu, para wanita Shanghai yang modis dengan bangga menamakannya sebagai Shanghai Dress.

Saking fenonemalnya, sehingga bangsa asing dengan mudah menahbiskan cheongsam sebagai baju tradisional China. Padahal mereka belum tahu sejarahnya.

Cheongsam yang kita kenal, lahir dari pemberontakan sipil Dinasti Qing dan sekaligus merayakan berdirinya Republic of China pada tahun 1912. Di zaman kediktatoran dinasti Qing, banyak aturan yang dibuat secara ketat. Salah satu yang paling kelam adalah praktik mengikat kaki wanita muda yang tidak manusiawi.

Begitu pula dengan aturan berbusana. Modelnya tidak banyak, Changpao (jubah panjang) bagi pria, dan Qipao (cheongsam) bagi wanita. Akan tetapi, cheongsam pada saat itu memiliki potongan yang lebih lebar dengan lengan panjang.

Seiring dengan tumbuhnya emansipasi, dimana wanita China mulai diizinkan menempuh pendidikan, cheongsam kontemporer pun lahir. Bentuknya ketat, sesuai lekuk tubuh.

Bahan dari sutra seiring perkembangan pesat industri garmen. Desainnya lebih berani, menampilkan belahan samping hingga ke paha. Potongan pada lengan pun dibuat lebih pendek, bahkan ada yang tanpa lengan.

Dipadukan dengan higheels dari budaya barat, membuat wanita China berubah menjadi modis. Menonjolkan gaya feminin dan seksualitas wanita modern Tionghoa.

Sayangnya keterbukaan ini tidak berlangsung lama. Setelah Partai Komunis China berkuasa pada 1949, aturan berbusana kembali diketatkan. Para perempuan harus kembali mengenakan busana panjang mirip kaum pria.

Akan tetapi, cheongsam kontemporer masih digunakan oleh para wanita China di luar negeri, seperti Taiwan, Hong Kong, dan Singapura.  

Lama kelamaan, China mulai membuka diri. Aturan ketat sosial kemasyarakatan tidak lagi menjadi aturan ketat pemerintah. Pria China tampil elegan, dan para wanitanya jadi modis. Cheongsam pun kembali memiliki tempat di masyarakat.

Akan tetapi, cheongsam yang dikenakan oleh ibu negara China di Bali tidak mencerminkan itu. Yang ia kenakan justru model lama besutan dinasti Qing dan kembali dipopulerkan di masa awal berkuasanya Partai Komunis China.

Pesan apa yang ingin disampaikan?

Mungkin tidak perlu berasumsi macam-macam. Mode di China telah bertransformasi. Tradisi tetap dipertahankan, tapi sisi kontemporer juga tidak diabaikan.

Lagipula Peng sebagai ibu negara terlihat lebih elegan dengan model cheongsam tradisional daripada yang close fitting.

Akan tetapi menurut opini saya, lebih daripada itu...

China modern di bawah pemeritahan Xi sedikit banyak telah berubah. Terlebih pada saat dia didaulat kembali menjadi pemimpin China untuk yang ketiga kalinya pada Oktober lalu.

Namun, perubahan telah dirasakan sejak ia memimpin negeri tirai bambu tersebut pada 2012 silam. Pemberantasan korupsi dengan cepat dilakukan. Sesuatu yang disebut Xi sebagai memberantas macan elit, membasmi lalat rendahan.

Xi juga kerap tidak kompromi terhadap sosok-sosok publik yang dianggap mblaelo. Akun medsos Vicky Zhao kena blokir. Perkaranya karena si pemeran Putri Huangzhu tersebut berpose dengan bendera militer Jepang. Lalu ada Jack Ma dan Ren Zhigiang. Kedua taipan ini kena batunya gegara mengkritik kebijakan pemerintahan Xi.

Presiden Xi juga kerap mengambil kebijakan publik yang tidak populer. Seperti pembatasan jam main gim bagi anak-anak di China, dan melarang kursus dan les pelajaran.

Tidak lupa juga kebijakan Lock Down di Shanghai pada saat warga dunia sudah menuju ke akhir pandemi. Tapi, Xi seolah-olah tidak peduli dengan semuanya.

Kendati demikian, gaya kepemimpinan Xi juga terbukti mampu membuat posisi China semakin kuat di panggung internasional. Ia tidak berkompromi pada saat ketua DPR AS, Nancy Pelosi mengadakan kunjungan politik ke Taiwan. Latihan militer armada China di seputaran selat Taiwan cukup bikin jantung berdegup kencang.

Dalam pidatonya pada saat inagurasi, Xi mengatakan jika ia telah berhasil menjadikan China menuju "peremajaan nasional." Tidak lupa ia mengingatkan ancaman dari dunia internasional yang semakin suram.

Yang Xi maksudkan adalah bagaimana negara-negara barat melihat transformasi China sebagai ancaman. Kedekatannya dengan Rusia membuat kedua negara ini sebagai pesaing bagi negara blok barat yang tidak bisa diremehkan. Baik dari sisi politik, pertahanan, dan juga ekonomi.

Terlepas dari gaya kepemimpinan Xi yang tidak biasa itu, palig tidak China masih mampu menunjukkan taringnya di panggung dunia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak, China juga telah membuktikan dirinya sebagai negara maju di bidang teknologi, ekonomi, dan militer.

Lalu apa hubungannya dengan busana Ibu Negara Peng?

Cheongsam yang ia gunakan merupakan perpaduan dari warisan budaya dan keterbaruan China. Melambangkan tradisi yang harus dihormati dan transformasi yang harus dijelajahi.  

Mungkin itulah yang merupakan makna sebenarnya dari Tirai Bambu. Ia bukanlah tirai besi yang terlalu kuat menutup, bukan pula tirai sutra yang terlalu halus untuk disentuh.

**

Referensi: 1 2 3 4 5

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun