Lalu ada juga setan gentayangan di bumi. Mereka sering menganggu manusia dengan penampakannya yang menyeramkan. Pada umumnya, setan ini adalah arwah yang resah karena mati penasaran atau tidak lagi menemukan keluarganya di dunia manusia.
Kendati demikian, orang Tionghoa tidak pernah ingin ribut dengan hantu. Makanya pada setiap tanggal 15 bulan 7 imlek, ada sebuah festival yang dinamakan Hungry Ghost Festival. Di Indonesia, acara ini dikenal dengan nama Hari Sembahyang Rebutan (cio ko). Tradisi ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lamanya.
Pada tanggal ini, masyarakat China percaya bahwa pintu dunia bawah akan terbuka, dan semua hantu yang ada di sana akan menikmati liburan ke dunia manusia, bertemu sanak saudara.
Suka atau tidak suka, para manusia wajib memberikan sesajen dan mengadakan upacara bagi arwah leluhur yang berkunjung. Termasuk, semua arwah gentayangan yang selama ini diabaikan. Tujuannya adalah untuk memberi penghormatan kepada mereka, serta memohon doa agar para arwah tidak mengusik yang masih hidup.
Orang Tionghoa menganggap bahwa di dunia ini, mereka tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Kaum manusia harus rela berbagi tempat dengan para makhluk tak kasat mata.
Hal ini tergambarkan dengan sebuah kepercayaan kuno tentang kehidupan setelah kematian. Disebutkan jika manusia terdiri dari komponen Yin dan Yang. Begitu pula dengan jiwa dari orang yang sudah meninggal. Komponen Yin bagi arwah disebut dengan Po. Sementara komponen Yang adalah Hun.
Setelah seseorang meninggal, komponen Yin-nya (po) terbagi lagi menjadi dua. Setengahnya akan tetap berada di dalam kuburan, sebagiannya lagi akan menjadi penghuni alam baka. Sementara komponen Yang-nya (hun) akan tetap bersama keluarga dalam bentuk papan leluhur yang disimpan di dalam rumah keturunan-keturunannya.
Itulah mengapa mendiang yang sudah meninggal tetap memiliki koneksi dengan para manusia. Itu karena arwah bisa berada pada tiga tempat berbeda. Di alam baka, di kuburan, dan di dalam rumah keluarga.
Mengapa Hantu Berwarna Merah dianggap yang Paling Ganas?
Untuk membahas ini, kita harus melihat arti warna merah dalam filsafat China. Warna merah identik dengan perayaan Imlek. Dianggap sebagai warna yang membawa harapan-harapan baik. Merah identik dengan warna hoki.
Akan tetapi di balik perayaan besar, bagi masyarakat Tionghoa, merah tidak selamanya identik dengan hoki. Sedari kecil hingga saat ini, papa selalu melarangku untuk menulis sesuatu dengan tinta merah. Baginya, itu adalah bentuk kemarahan. Tidak sopan.
Dalam banyak budaya, tinta merah memang melambangkan kemarahan. Atau penekanan terhadap hal-hal yang buruk. Contoh sederhana, seperti tulisan merah pada buku rapor.