Sebabnya kebanyakan kesalahan tersebut kudapatkan pada masa awal-awal ngeblog. Terutama gambar yang tidak disensor (baca: tidak disertai sumber).
Perasaan ini seperti anak sekolahan yang melihat kawan-kawan kelas naik bis menuju tempat wisata. Lambaian tangan mereka memberiku kode keras. "Kamu tidak pantas, karena sebentar lagi kamu akan di-DO dari pentas Kompasiana)
"Ha? Dipecat?"
Iya, ini bukan mengada-ada atau mau mendramatisir kondisi. Dugaan saya, akun yang sudah mendapatkan minimal 4 peringatan itu bahaya. Bak tubuh yang sudah terkena stroke. Penyakit jantung akan mencabut nyawa sewaktu-waktu.
Alias diblokir...
Yup, pemblokiran di Kompasiana memang mengerikan. Cerita-cerita dari para pejuang yang gugur itu mendebarkan. Pak Tjiptadinata saja sampai ketar-ketir. Ada yang akunnya sudah satu dasawarsa, ada yang tulisannya sudah ribuan, bahkan ada yang pangkatnya sudah top level.
Tetap saja, "Akun Anda Diblokir Karena Telah Melanggar Syarat dan Ketentuan di Kompasiana."
Mungkin bagi Kompasianer, hal ini sudah lumrah. Tapi, bagaimana dengan pembaca lainnya. Tulisan "melanggar syarat dan ketentuan" itu luas.
Plagiat sudah pasti dosa besar. Lalu ada juga yang berbau SARA dan konten hoax. Jadi, jika suatu waktu akun ini diblokir, maka siap-siap saja menerima penjenamaan yang tidak pasti.
Lalu, apa yang bisa dilakukan?
Mungkin saran saya kepada pengelola Kompasiana, jadikanlah tulisan pada pengumuman itu lebih soft. Mungkin cukup gambar gembok tanpa keterangan menakutkan. Biarlah mereka yang gugur masih bisa bernapas dalam kuburnya.
Jejak literasi itu sepanjang masa... Dan itu sangat mengerikan...
Dari sisi penulis, ya tentu saja saya harus berhati-hati. Syarat dan Ketentuan di Kompasiana itu adalah hak yang harus dipatuhi, apapun yang terjadi.