Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Mencari Sesuap Nasi dan Segenggam Berlian di "Niche Market"

2 Oktober 2022   19:20 Diperbarui: 2 Oktober 2022   19:33 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencari Sesuap Nasi dan Segenggam Berliam di "Niche Market" (gambar: xendit.co)

Pernah melihat puluhan kios buah berjejeran di sepanjang jalan? Saya sendiri bingung, bagaimana cara para pedagang tersebut menarik pelanggan.

Saya lalu mengasumsikan diriku sebagai pelanggan yang baru pertama kali ke sana. Menyusuri jalan, semua kios terlihat sama. Dagangan yang ditawarkan pun tiada bedanya.

Melewati para pedagang, setiap tangan melambai kepadaku dengan penuh semangat. Kendaraanku akhirnya terhenti di depan seorang abang penjual yang teriakannya paling lantang.

Dengan perlahan saya membuka jendela mobil, berkata dengan penuh hati-hati, "ada manggis?" Si abang dengan kumis tipisnya menyodorkan seikat manggis segar berwarna ranum.

"Harganya berapa?" tanyaku masih dengan penuh keraguan.

"Tiga puluh rebu," si abang menjawab santai. Akhirnya dengan usaha yang keras, saya membelinya dengan harga dua puluh lima ribu. Kaca mobil kututup, mobil kulaju pergi.

Tapi hati ini masih diselimuti pertanyaan; "Bagaimana jika mobilku tidak berhenti di depan kios si abang. Apakah dagangannya akan laku hari ini?"

Wajar saja diriku berpikir demikian, si abang harus bersaing dengan puluhan kios yang sama dalam waktu yang sama untuk memperebutkan rupiahku.

Namun bisa saja saya salah. Mungkin saja sebelum saya telah ada ratusan pelanggan lainnya yang melewati jalan yang sama. Atau setelah saya masih ada lagi ratusan lainnya yang akan berkunjung ke sana.

Yang pasti, ada alasan bagi puluhan kios buah tersebut untuk berada di sana. Jalan yang kutelusuri sudah dikenal masyarakat sebagai tempat membeli buah. Para pedagang di sana telah bertahun-tahun menikmati cuan dari banyaknya pembeli yang datang ke sana.

Dalam istilah ekonomi, para pedagang buah bertempur di mass market. Alias pasar yang sangat besar. Sehingga mereka tidak perlu khwatir lagi tentang persaingan, harga, atau layanan. Setiap buah yang mereka sajikan pasti laku dimakan waktu.

Tapi...

Untuk menjadi penjual buah yang paling unggul di antara mereka, strategi kompetitif tetap harus ada. Cara yang paling mudah tentunya menjual buah dengan harga yang lebih murah atau menambah jenis buah dalam daftar pajangan. Namun bisa juga memperbaiki layanan agar pelanggan terkesan.

Untuk itu diperlukan berbagai usaha ekstra untuk melakukannya. Bekerja lebih gigih, bangun lebih pagi dan tidur lebih malam. Jangan lupa modal usaha yang besar dan pengalaman dalam berbisnis, serta menjaga hubungan baik dengan jaringan yang sudah terbentuk lama.

Jika saya diberikan pilihan untuk membuka kios di sana, saya akan berpikir ribuan kali. Menjadi yang ke-51 tentu tidak mudah. Harus bersaing dengan 50 senior yang sudah duluan hadir menyerta.

Namun tidak ada salahnya untuk membuka kios di sana. Tapi, bukan buah yang saya jual, tetapi sesuatu yang berbeda. Bisa sayur-sayuran, bisa pakaian, bisa juga mainan. Apapun itu, yang penting bukan buah.

Lha, kok gendeng ya...

Jadi, begini teman-teman. Jika saya menjual buah maka harus ada aturan tidak tertulis yang harus diikuti. Paling banter harga jualku tidak bisa lebih mahal. Lalu, apa yang dijual di kios sebelah harus ada juga dalam pajanganku.

Tapi, dengan menjual sayur-sayuran, saya bebas menentukan harga, bebas menjual apa yang saya inginkan, bebas bereksplorasi tanpa harus menghambur-hamburkan ludah dan hadiah.

Lalu adakah yang akan membeli?

Pasar sudah ada di sana, terbentuk sejak mungkin belasan hingga puluhan tahun sebelumnya. Ada pasar berarti ada orang. Kebutuhan manusia tidak hanya buah saja, tetapi juga sayur-sayuran, pakaian, bahkan mainan anak yang akan kujual di sana nantinya.

Sedikit banyak dari ratusan orang yang berkunjung ke sana, masa sih tidak ada beberapa orang yang membeli daganganku?

Nah, strategi yang kutempuh ini menolak berkompetisi di mass market. Saya megambil langkah sebaliknya -- bermain di Niche Market.

Apa itu Niche Market?

Sekali lagi, istilah ini merujuk kepada lawan dari Mass Market. Alih-alih merebut konsumen yang sama, saya mencoba menyasar target pasar dan konsumen yang lebih spesifik.

Saya tidak ingin bersaing di pasar yang ketat meskipun besar. Saya ingin bermain di pasar yang lebih kecil tapi pasti. Keuntungan saya lebih terjamin, konsumen akan lebih mudah mengingat saya, dan saya lebih mudah bereksplorasi tanpa intervensi.

Tentunya contoh menjadi penjual pakaian di tengah pasar buah hanya salah satu analogi yang tidak terlalu sempurna. Namun, di tengah ketatnya persaingan, selalu ada saja "pahlawan" yang muncul dengan ide-ide kreatif.

Secara umum, niche market merujuk kepada pasar baru yang lebih sempit dengan konsumen yang tidak terlalu besar. Ia menyasar pasar yang berbeda dari sisi harga, letak geografis, struktur demografis, usia, atau jenis kelamin.

Contoh sederhana lainnya adalah minyak goreng omega 3. Menyisir pengguna minyak goreng yang peduli kesehatan. Atau kalung hewan peliharaan yang dilengkapi GPS untuk pengguna paham teknologi. Atau kartu kredit yang dikhususkan untuk wanita saja.

Apakah niche market sama dengan diferensiasi?

Bisa iya bisa tidak. Strategi diferensiasi biasanya menyasar kepada pasar yang sama dengan membentuk pilihan baru. Ambil contoh sebuah produsen minuman jus dalam kemasan. Rasa jeruk, apel, dan mangga telah menjadi andalan selama ini. Namun untuk menjaga agar konsumen mereka tetap loyal, maka mereka menciptakan kategori less sugar.

Nah, jika strategi mereka mampu meraih konsumen baru, yakni para pemerhati kesehatan yang mulai tertarik dengan varian baru, maka produsen jus tersebut telah menciptakan niche market.

Niche market tidak akan selalu sama

Namun harus diingat juga, niche market tidak akan selamanya menjadi niche market. Seiring waktu berjalan akan semakin banyak pemain yang tertarik. Pada saat itu, market yang dulunya spesifik akan berubah menjadi mass market. Semuanya terbentuk dari berbagai usaha di bidang pemasaran, distribusi, dan penjualan yang dilakukan oleh para pemain yang terjun ke kolam yang sama.

Masih ingat kisah white coffee dalam kemasan? Dulunya merek Luwak berhasil menciptakan pasar baru dari produknya. Mereka adalah para peminum kopi yang tidak cocok dengan rasa hitam pekat. Mereka terdiri dari para pemula, remaja, dan wanita. Tapi, coba lihat sekarang. Setiap produsen kopi raksasa sudah memiliki varian kopi putih racikan masing-masing.

Kesimpulannya...

Banyak jalan menuju ke Roma. Saya sendiri tidak menyarankan Anda untuk masuk ke dalam bisnis yang telah banyak dilakoni, meskipun pasarnya besar. Kecuali Anda memiliki 3 syarat utama, yakni: Modal yang besar, pengalaman yang mapan, dan dukungan jaringan yang kuat.

Jika Anda ingin mencoba peruntungan dalam bisnis, saran saya cobalah menelusuri niche market. Pasarnya memang lebih kecil, tapi saya sendiri lebih senang menjadi ikan emas di kolam daripada ikan kakap di tengah lautan.

Pilihan kembali kepada diri masing-masing. Tapi, yang saya ingin tekankan di sini adalah; bisnis bukan hanya sekadar proses jual beli. Untuk sukses dibutuhkan resep lainnya yang lebih manjur.

Ketekunan, kegigihan, keuletan, hingga insting yang tajam. Tapi jangan lupa juga kreativitas. Sebagaimana kutipan, "Uang tidak bisa membeli kebahagiaan dan kreativitas. Namun kreativitas dan kebahagiaan jika digabungkan bisa menjadi uang." ~ Anonymous.

Masih banyak hal yang bisa dibahas tentang niche market. Dan strategi ini tidak hanya milik pengusaha besar saja.  Pelaku UMKM juga bisa melakukan hal yang sama untuk menjadi unggul dalam persaingan. Untuk itu, pada artikel selanjutnya saya akan memberikan beberapa tips dan trik untuk memulai bisnis dengan memanfaat keunggulan dalam niche market.

Semoga Bermanfaat

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun