Tak disangka, mangkuk ayam itu menjadi favorit bagi sang kaisar. Bukan saja bagi Chengua, tapi juga kaisar-kaisar selanjutnya di China. Kaisar Wanli dari Dinasti Qing yang memerintah seabad setelah Kaisar Chenghua masih menjadikannya sebagai barang favorit.
Ketenaran mangkuk ini bahkan bisa bertahan lebih lama lagi. Dua abad kemudian, Kaisar Qianlong bahkan membuat sebuah puisi khusus untuk si mangkuk. Luar biasa!
Setelah menjadi semakin terkenal, mangkuk ayam tersebut mulai diizinkan untuk diproduksi massal. Dan hingga kini, keturunannya masih bisa ditemukan di berbagi belahan dunia.
Sementara diketahui mangkuk asli dari zaman Kaisar Chenghua kini hanya tersisa 16 buah saja di seluruh dunia. Dalam beberapa kali acara pelelangan internasional, harga tertinggi yang pernah dipatok oleh para kolektor adalah sekitar 500 miliar rupiah per mangkuk.
Rakyat China tidak hanya menyenangi desainnya yang legendaris, tetapi juga makna filosofinya. Desain mangkuk ayam ini terdiri dari tiga bagian, yakni gambar ayam jago, Bunga peony, dan pohon pisang.
Bunyi fonetik Ji (ayam dalam bahasa mandarin), mirip dengan bunyi Jia yang berarti rumah atau keluarga. Selanjutnya, bunga peony melambangkan kekayaan. Lalu pohon pisang memaknai keberuntungan.
Lantas mengapa ayam jago? Rasanya ini ada hubungannya dengan budaya patriarki orang Tionghoa.
Mengelilingi Dunia
Sejarah hadirnya si mangkuk ayam berasal dari awal abad ke-20. Dibawa oleh para perantau dari daerah Guandong yang kebetulan banyak berdatangan ke Asia Tenggara.
Syahdan mangkuk ayam ini pun berasimilasi dan mulai diproduksi oleh pengarajin-pengrajin lokal. Mulai dari hasil pekerjaan tangan hingga produksi mesin.
Lalu apa hubungannya antara si mangkuk ayam dan Lampang di Thailand?