Lalu apakah majalah Playboy Indonesia memang mengandung pornografi?
Majalah induknya di Amerika memang identik dengan gaya hidup bebas. Kontennya dewasa plus model yang menantang. Playmatenya apa lagi. Ia adalah wanita terpilih yang berani tampil bugil di bagian tengah majalah.
Playboy Indonesia mengadopsi desain cover dan konsep Playmate yang lebih soft. Modelnya hanya berbusana minim. Begitu pula kontennya. Menurut Erwin Ananda, 70% adalah konten lokal yang lebih "ramah lingkungan."
Bahkan pada edisi pertama, salah satu bagiannya berisikan wawancara legendaris kepada Pramoedya Ananta Toer. Itu merupakan wawancara terakhir kepada Sang Maestro. Dilakukan tiga minggu sebelum beliau wafat.
Namun begitu, Playboy tetap saja adalah Playboy. Penjenamaannya sudah terlanjur melekat kepada urusan selangkangan. Mau diapakan juga Playboy sudah mewarisi dosa abadi.
Syahdan urusan selangkangan tersebut tidak berakhir sampai di kantor redaksi Playboy. Di tengah kontroversi yang mencuat, rumah Inul Daratista didatangi puluhan massa yang berdemonstrasi. Hanya karena penyanyi yang dikenal dengan goyangan bornya itu menyatakan kesediaannya muncul di sampul Playboy
Di Jawa tengah, FPI melakukan penyisiran pada penjual koran. Bukan hanya majalah Playboy, tetapi juga majalah dan tabloid yang berorientasi dewasa. Bukannya hilang di pasaran, pasar-pasar gelap justru menjajakan majalah tersebut dengan harga di atas banderol. Sungguh miris, barang yang seharusnya legal diperdagangkan dengan cara illegal.
Di Depok, polisi mengambil alih. Dampaknya lebih luas lagi, bukan hanya majalah, tetapi juga peredaran VCD dan DVD illegal.
Namun, tidak semua wilayah di Indonesia berdampak sama. Di Bali pastinya bisa diterima, kantor redaksi Playboy di sana aman-aman saja. Di daerah Maluku majalah ini ramai dicari. Bukan hanya kaum bapak-bapak, tetapi juga ibu dan anak-anak. Mereka penasaran dengan isi dari majalah yang ramai diberitakan.
Dari sisi hukum, tidak semua pihak juga yang menentang keberadaan Playboy Indonesia. Dewan Pers sepakat jika putusan MA adalah bagian dari kriminalisasi Pers. Menurut mereka, seharusnya masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh oleh Erwin Arnada.
Kontroversi majalah Playboy tidak hanya di ranah hukum dan politik, tetapi juga di kalangan penggemarnya. Bagi para penggemarnya, majalah Playboy tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mereka berharap jika konten-kontennya bisa seprovokatif induknya di Amerika. Â