Sihanouksville adalah sebuah kota Pelabuhan di selatan Kamboja. Tempat tersebut berkembang sejak akhir 1990an, pada saat pemerintah Kamboja melegalkan perjudian dengan syarat terbatas -- hanya bagi warga negara asing saja.
Sejatinya kota tersebut dirancang mengikuti konsep seperti Macau, menjadi surga bagi para pencari kenikmatan. Investor pun tertarik, sayangnya tidak semua berada dalam pantauan. Khususnya aktivitas judi online. Servernya bertebaran dimana-mana. Dari lantai atas hotel mewah, hingga rumah di tengah perkampungan kumuh.
Industri ini menggiurkan, dari survei ResearchandMarkets, omzetnya mencapai 64,13 miliar dollar Amerika pada tahun 2020. Pasarnya terus bertumbuh, diprediksi bisa mencapai US$ 114,2 miliar pada 2024 nanti.
Lalu mengapa Kamboja?
Sebagai negara yang baru terbuka, pemerintah Kamboja membutuhkan investasi dari luar negeri. Regulasi pun dimudahkan kepada siapa saja yang berminat. Mirisnya, kemudahan regulasi hanya beda tipis dengan kurangnya pengawasan.
Ditambah lagi dengan aksi beberapa aparat korup. Markas judi online mendapatkan surganya di sana. Mereka "bebas" beroperasi dengan bekingan para penguasa lokal.
Penduduk lokal yang dilarang berjudi sepertinya hanya pepesan kosong. Casino legal saja tutup mata. Para penjudi lokal tetap bisa bermain di sana dengan syarat harus berada di ruangan tertutup yang disediakan oleh Casino.
Bagi Casino yang tidak menyediakan tempat untuk para pemain lokal, warga Kamboja tidak kehabisan akal. Dengan modal yang tidak seberapa, mereka bisa mendapatkan kartu identitas negara lain. Jika masih terasa repot, ada cara yang lebih mudah. Sisa menyogok pertugas yang berjaga di sana. Â
Pemerintah Kamboja menghadapi situasi buah simalakama. Antara problema sosial dan pendapatan negara. Pada tahun 2019, pendapatan negara dari judi termasuk salah satu yang terbanyak. Mencapai angka 85 juta dollar Amerika setiap bulannya.
Tidak heran saat covid merebak, masalah pemilik casino juga adalah masalah pemerintah. Maraknya pembiaran pemerintah terhadap judi online mempunyai alasan tersendiri -- pemerintah Kamboja membutuhkan setoran devisa.
Bagaimana dengan isu sosial?