Bagaimana jika kurang? Tidak usah disebutkan, saya tidak punya hati untuk membebankan ke karyawan. Anggap saja itu adalah kerugian perusahaan.
Sayangnya di luar sana, tidak semua pengusaha yang berpendapat sama dengan saya. Konon ada juga yang membebankannya kepada para karyawan.
Jadi, seandainya dalam sebulan ada 10 orang yang mengutil coklat dan barang lainnya, berapa beban ekonomi yang harus ditanggung oleh karyawan? Bisa-bisa sebagian besar dari gajinya.
Lalu saya mendengar nyinyiran, "kan pengusaha kaya. Ngapain juga harus dibebankan kepada karyawannya."
Nah, tahukah kamu, kamu, dan kamu jika kerugian dari barang yang hilang ini adalah momok dari setiap perusahaan? Dalam akuntansi, istilah ini disebut sebagai retail shrinkage. Alias penyusutan barang eceran.
Mengapa menjadi momok?
Setiap entitas bisnis mengambil keuntungan dari perbedaan harga beli dan harga jual. Selisihnya disebut sebagai keuntungan kotor. Lalu ada biaya, seperti gaji, beban listrik, beban operasional, hingga beban finansial.
Setiap perusahaan telah mengukur resiko dalam berbisnis. Termasuk menganggarkan biaya pengeluaran dan menentukan target penjualan. Sementara retail shrinkage adalah beban yang tidak bisa terukur dan sangat beresiko dalam kelanjutan bisnis.
Seberapa besar kerugian dari retail shrinkage?
Dilansir dari National Retail Federation, di Amerika rasio rata-rata retail shrinkage adalah 1,61% hingga 2%. Sayangnya tidak ada data dari Indonesia. Jadi, marilah kita berasumsi dan berhitung dengan menggunakan rasio ini.