Pada 2004 Beijing mengesahkan Undang-Undang Anti Pemisahan. Secara singkat menyatakan bahwa RRC memiliki hak resmi untuk menempuh cara tegas jika Taiwan bersikeras memerdekakan diri.
Bola panas terus bergulir, hingga Tsang Ing wen terpilih pada 2016 silam. Presiden yang satu ini terus menerus menyatakan keinginannya untuk berdaulat dari bayang-bayang pemerintah China Daratan.
Pada 2020 Tsang kembali terpilih untuk kedua kalinya. Memenangkan Pemilu dengan suara mutlak. Pergeseran politik di Taiwan ini kemudian membuat Beijing was-was. Tekanan terhadap Taiwan ditingkatkan, hingga kemudian memuncak pada saat kunjungan Pelosi ke Taiwan.
Lalu apakah China memang berniat melancarkan agresi militer ke Taiwan?
Terlepas dari apakah diakui oleh negara lain atau tidak. Status-quo mereka kemudian menjadi penting. Bagi sebagian masyarakat Taiwan, isu kemerdekaan adalah urusan kedua. Yang penting mereka bisa menjalani kehidupan dengan tenang.
Dan bagi China, posisi status-quo juga bukanlah ancaman. Tiada lebih dari halunisasi. Titik baliknya jika Taiwan mendeklarasikan kemerdekaannya. Pada saat itulah baru China tidak akan tinggal diam.
Anak-anak muda Taiwan tersebut sudah mahir menggunakan senjata. Entah apakah mereka sadar, jika China benar-benar menyerang Taiwan, mereka bisa mengusir militer profesional dengan senjata rakitan?
Ataukah itu hanya langkah untuk menenangkan diri? Entahlah.
Yang pasti orang-orang tua mereka sadar. Bahwa peperangan bukanlah solusi. Generasi tua Taiwan yang tergabung dalam KMT secara konsisten selalu meyakinkan Beijing bahwa Taiwan menyukai posisinya yang sekarang. Tidak mau merdeka meskipun tidak berkeinginan juga bergabung dengan China.
Hal ini terbukti dengan sebuah survei yang dilakukan pada Juni 2022. Hanya 5,2% orang Taiwan yang ingin merdeka secepat mungkin. Sementara 1,3% rakyat Taiwan mendukung reunifikasi. Sisanya nyaman dengan status quo. Kondisi yang nyaman untuk tidak bergerak kemana-mana.
Banyak pengamat yang berpendapat jika kunjungan Pelosi ke Taiwan adalah sebuah sikap yang sembrono. Bisa berakhir sangat buruk. Tapi, sepertinya memang politikus tidak mewakili rakyat. Apa yang dianggap penting, belum tentu demikian yang terjadi.