Syahdan aksi protes pun bergulir bak bola salju. Didukung juga oleh kekacauan ekonomi di seantero Jepang. Aksi penjarahan terjadi secara sporadis, polisi Jepang menanggapi dengan aksi represif. Kerusuhan di beberapa kota pun terjadi pada 11 Agustus 1918. Menjalar sampai ke 30 perfektur.
Pada saat Hara menggantikan Masatake, ia langsung mengambil tindakan tegas. Aparat menangkap sekitar 10.000 warga yang menyebabkan kerusuhan. Beberapa di antaranya dihukum mati.
Setelah kerusuhan berhasil ditangani, Hara melanjutkan pemerintahannya dengan langkah hati-hati. Ia adalah Perdana Menteri pertama yang berasal dari kalangan sipil. Hara tidak mau kebijakannya menimbulkan permusuhan dari kalangan militer, konservatif, birokrat, maupun kaum ultranasionalis.
Di bawah pemerintahan Hara, nama Jepang melambung di panggung internasional. Jepang termasuk salah satu negara pencetus berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
Namun, tidak ada yang sempurna. Sekuat apapun usaha Hara, ia tidak bisa memuaskan semua pihak. Kaum konservatif dan militer menganggapnya musuh. Tersebab Hara enggan mengubah undang-undang hak suara dalam pemilu.
Kaum sipil juga tidak merasa puas. Akibat praktik nepotisme semasa pemerintahan Hara. Politik dan bisnis bercampur menghasilkan banyak praktik korupsi.
Praktik oligarki marak terjadi. Perusahaan-perusahaan besar menjadi cukong bagi partai besutan Hara maupun oposisi. Akhirnya, beberapa keputusan pemerintah ditenggarai demi kepentingan para konglomerat.
Kaum sipil pun beraksi nekat. Pada September 1921, Zenjiro Yasuda, orang terkaya di Jepang tewas terbunuh oleh Asahi Heigo, seorang pengacara bersih.
Hara pun mengikuti. Tanggal 4 November 1921, ia sedang berada di stasiun Tokyo. Menunggu kereta api yang akan membawanya ke konferensi partai di Kyoto.
Seorang petugas bernama Kenichi Nakaoka perlahan mendekatinya. Hara ditikam berulang-ulang kali. Ia tewas di tempat.
Nakaoka memberi pengakuan. Ia menuduh Hara tidak bertindak tegas menghukum para pejabat koruptor.