Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Jalan Om Bob, Engkau adalah Widuri dalam Simponi yang Indah

7 Juli 2022   05:36 Diperbarui: 7 Juli 2022   05:41 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikiran ini membawaku kembali ke masa lalu. Saat itu saya sedang duduk berduaan dengan kakek di ruang tengah. Menonton televisi, acara Kamera Ria.

Wajah kakek tampak sumringah. Ia menantikan suara merdu dari penyanyi idamannya, Bob Tutupoli.

Saya ingat ucapan kakek, "Penyanyi Indonesia yang terbaik adalah Bob Tutupoli, lainnya... (gestur mengacungkan jempol ke bawah)."

Karena keseringan menemani kakek, lagu-lagu Bob Tutupoli telah familiar sejak diri ini masih kecil.

Tiga puluh delapan tahun semenjak kakek tutup usia. Selasa 5 juli 2022, tersiar kabar jika Om Bob telah meninggal dunia.

Lalu pikiran ini membawaku kembali ke masa lalu. Lima puluh tahun yang lalu, ketika aku baru saja melihat dunia ini. Mata tertuju kepada seorang wanita yang mengusap air mata.

Aku yang masih lugu, begitu terpukau menatap wajahnya. Keharuan di balik senyuman yang tidak aku pahami. Andai aku bisa berpuisi, maka rembulan akan kupilih. Tiada lukisan yang lebih indah dari ketulusanmu. Hingga di suatu senja, aku baru menyadari,

"Mama, engkau tidak akan pernah hidup sendiri. Engkau adalah Widuri bagiku." 


Empat Puluh tahun yang lalu, semilir angin nan sejuk merasuk sukmaku. Sebuah simfoni yang indah mengalun dalam hati. Tentang hidup yang pasti bahagia.

Masih teringat masa kecilku, ketika bisikanmu terdengar bagai semilir angin nan sejuk. Memberi harapan tentang hidup mendatang, dan melahirkan arti kedamaian.

Bersyukur engkau telah terpilih menjadi papaku. Hadir setiap saat, laksana penghapus pilu. Siap setiap waktu bak Mentari penyejuk hati.

Di saat aku sedih, engkau menunjukkanku bunga yang tersenyum. Di saat aku lara, engkau mendengarkanku burung yang bernyanyi.

"Terima kasih Pa, telah menjadi pelita hidupku dan mengajarkanku untuk selalu mekar kembali."


Tiga puluh tahun yang lalu, kutuliskan sebuah lagu, kupersembahkan padamu. Janganlah berharap indah, syair ini hanya gubahanku.

Ingatlah janji kita pada hari itu, jangan pernah kau lupakan diriku. Hanya itu satu pintaku. Tahukah kamu, diri ini tidak bisa berpisah. Setahun terasa sewindu, duhai gadis pujaanku.

"Terima kasih telah menjadi rangkaian hidupku, yang terkasih."


Dan kini... Aku kembali ke masa kini

Membayangkan kakek sedang menikmati lantunan suaramu. Ada kerinduan yang tersirat. Di dalam hatiku menangis, mengenang dirimu.

Semoga kakek sedang tersenyum di atas sana. Om Bob telah menjelma di alam yang sama. Aku harus membuang jauh harapan hati.

Belai kasih sayang, senyum yang manis, tanpamu di sisi. Semua tinggal kenangan. Aku harus membuang jauh seluruh gelisah di hatiku.

Selamat jalan om Bob, walau kita tidak pernah bertemu, namun KERINDUAN ini akan selalu ada, mendambakan GUBAHANMU yang tidak lekang oleh masa. Engkau adalah WIDURI yang selalu melantunkan SIMPONI YANG INDAH


**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun