Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Terbuka kepada Bapak Roy Suryo

14 Juni 2022   05:46 Diperbarui: 14 Juni 2022   05:57 4239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat Terbuka Kepada Bapak Roy Suryo (gambar: pikiran-rakyat.com)

Banyak yang menanggapi keras, tapi ada pula yang mendukung. Ada yang tidak merasa nyaman, dan ada juga yang memberikan jempol. Sebabnya objek yang diunggah mewakili keyakinan beragama dan juga martabat bangsa.

Yang pasti, benih perpecahan mulai tercipta.

Bagaimanapun juga agama Buddha adalah agama yang sah di negeri ini. Begitu pula dengan Jokowi, beliau adalah presiden pilihan rakyat.

Ya, mungkin saya paham. Bapak adalah politikus. Sesekali perlu membuat sensasi tentang isu yang sedang menjadi polemik di Indonesia. Bapak juga tentu tidak bermaksud menghina umat Buddha, karena unggahan tersebut bapak ambil dari akun orang lain.

Mungkin juga bapak tidak peduli dengan status mantan Menteri bapak yang seharusnya terhormat, bahkan mengabaikan implikasi sosial yang berasal dari jutaan pembaca medsos bapak.

Dan mungkin juga bapak tidak terlalu mengkhwatirkan amarah dari kaum minoritas Buddha, semacam diriku. Bagi kami, melatih kesabaran diri sendiri itu lebih utama daripada misuh-misuh cari sensasi.

Tapi...

Sejak zaman kemerdekaan, para pemimpin bangsa telah menyadari sebuah potensi bahaya laten. Warisan kolonialisme yang tidak akan lekang oleh waktu -- memecah belah bangsa. Menimbulkan dikotomi bahwa perbedaan itu adalah masalah besar.

Makanya, diciptakanlah Pancasila yang menjadi pilar ideologis negara Indonesia. Dan jelas tertera tulisan Bhinneka Tunggal Ika padanya - berbeda-beda tetapi tetap bersatu.

Meskipun diletakkan di kaki gambar Garuda, ideologi tersebut bukan untuk diinjak-injak, tetapi untuk dijadikan pijakan.

Sebagai bangsa Indonesia, sudah seharusnya kita menghargai visi para pendiri bangsa dengan lebih menghargai perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun