Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nama-nama Tionghoa Kompasianer, Ada Caranya Lho!

12 Juni 2022   17:54 Diperbarui: 12 Juni 2022   18:00 2666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya keturunan Tionghoa, tapi lahir pada era generasi hilang. Istilah ini merujuk kepada larangan pemerintahan Orde Baru terhadap segala sesuatu yang berbau China.

Untungnya budaya Tionghoa tidak benar-benar hilang dari keluarga kami. Saya masih memiliki nama Tionghoa yang asli.

Lha, apa yang disebut dengan asli?

Begini sobat, memberikan nama Tionghoa itu tidak sembarangan. Ada tiga karakter di sana. Yang pertama tentu nama marga. Kebetulan saya bermarga Go (dialek hokkian) atau Wu (dialek Mandarin).

Nah, sebagai bocoran, jadilah nama Gunawan. Beberapa sepupu saya menggunakan Gozal, Gunardi, Goberto. Tidak masalah karena masih terdengar seperti Go.

Jadi, jika Anda bertemu dengan keturunan Tionghoa, nama belakang mereka biasanya berhubungan dengan nama marga. Seperti Salim (Liem), Wijaya (Oei), atau Tansil (Tan).

Lalu, ada pula dua karakter selanjutnya. Kedua karakter ini adalah nama tengah dan depan. Mudah bukan? Tidak sobat, ada aturannya.

Sebagai contoh, nama China saya Go Ie-chong (Wu Yi-chong). Nama Chong dimiliki oleh saya sendiri. Tiga saudara saya yang lain namanya berbeda-beda; Cieng, Hong, dan Na.

Tapi Ie (Yi) digunakan oleh kami semua. Jadilah Wu Yi-cieng, Wu Yi-chong, Wu Yi-hong, dan Wu Yi-na. Tapi, penggunanan nama tengah borongan Ie (Yi) ini bukan saja milik saudara-saudaraku saja. Semua sepupu, alias putra putri dari saudara ayahku juga menggunakannya.

Ini yang saya maksud dengan masih asli. Nama tengah dalam budaya Tionghoa melambangkan generasi. Biasanya akan berulang setelah 7-8 generasi. Jadi, keluarga pada urutan generasi yang sama wajib menggunakannya.

Lalu, apa yang dibilang nama palsu? Tenang sobat, itu hanya istilahku saja.

Saat saya memberikan nama Tionghoa kepada anak-anak saya, aturan generasi sudah hilang. Saat saya bertanya kepada ayah saya, ia hanya berkata "abaikan saja."

Ini adalah kesalahan pertama, sehingga saya menyimpulkannya sebagai "palsu."

Kesalahan kedua adalah pemilihan nama yang kuserahkan kepada ayah saya. Ia memang memilih nama yang terbaik, dan diri ini pasrah saja.

Namun menurut kaidah budaya Tionghoa, tata cara pemberian nama ini salah. Pemilihan nama seharusnya diverifikasi oleh seseorang yang memahami ilmu Fengshui. Atau di zaman dulu adalah orang-orang yang dituakan.

Itu karena tanggal lahir dan nama adalah rangkaian energi Yin-yang yang seharusnya harmonis. Jadi, tidak sembarangan.

Baca juga: Mengubah Nama Megubah Nasib dalam Budaya Tionghoa.

Mungkin saja karena alasan tidak ingin repot, maka jalur singkat pun ditempuh. Terlebih lagi di zaman now, sudah banyak warga Tionghoa yang sudah tidak memiliki nama China.

Tidak masalah sih, tapi akan jadi problem jika kamu berkunjung ke China. Di sana suka atau tidak suka, nama Tionghoa akan disematkan kepadamu.

Sebagai contoh, Hendra Setiawan adalah pemain badminton keturunan Tionghoa. Entah apakah ia memiliki nama Tionghoa atau tidak. Kalaupun ada, tidak terkenal.

Jadilah ia diberikan nama Heng de la Sai di ya wan. Dari tiga karakter menjadi tujuh. Panjang? Tarik napas dulu manteman, karena ada Gideon Marcus Fernaldi. Nama Tionghoanya adalah Ji de weng Ma ku si Fei er a er di. Totalnya 11 karakter. Alamak!

Itu rada maksa sih. Tapi, ada juga yang diberikan sesuai kaidah tiga huruf. Seperti Dahlan Iskan. Mantan Menteri BUMN ini mengakui jika nama Tionghoanya adalah Yu Shi-gan. Nama ini diambil dari kata Iskan.

Karena Dahlan Iskan bukan keturunan China, maka ia tidak memiliki warga. Kawan-kawan Chinanya lalu memberikan nama Yu yang mirip dengan I dari kata Iskan. Jadi, Yu Shi-gan diberikan karena secara fonetik bunyinya mirip Iskan.

Nah disini bedanya. Dahlan Iskan pernah berobat di sana, dan tentunya juga cukup akrab dengan penduduk setempat. Tiga karakter nama yang diberikan kepadanya agar ia tidak kedengaran terlalu asing, meskipun ia memang warga asing.

Sementara Hendra dan Gideon harus disebutkan karena lidah orang China tidak sama dengan lidah Indonesia. Tidak bisa bilang dra, jadlah de la. Tidak bisa bilang Markus, jadilah Ma ku si.

Lalu apa yang terjadi jika Hendra Setiawan tinggal di China untuk sementara waktu dan mulai bergaul dengan orang-orang lokal. Kemungkinan ia akan diberikan atau memilih nama dengan karakter tiga huruf, seperti Dahlan Iskan.

Seperti itu teman-teman...

Jadi, ada yang tertarik dengan nama China? Cobalah bertemu dengan sahabat yang fasih berbahasa Mandarin. Apapun yang diberikan seharusnya terdengar keren.

Nah, tanpa kamu sadari sudah ada contoh yang sukses di Kompasiana. Adalah Felix Tani alias Engkong Felix. Sesepuh Kompasiana Tjiptadinata telah menganugrahkan nama China baginya: Fei li-tan.

Sayangnya masih banyak yang tidak punya. Sehingga, suatu waktu nanti jika kamu, kamu, dan kamu berkesempatan berkunjung ke China, maka siap-siaplah dengan urutan sebagai berikut;

  • Siti Nazarotin: Si ti Na Sa Lo Tin
  • Ayra Amirah: Ai La A Mi La
  • Yuli Anita: Yu lie Ai Ni Ta
  • Dewi Leyli: Te wi Lei Lie
  • Teguh Hariawan; Te go hwa Li a wang
  • Fery Widiatmoko: Fei li Wi di a muo kho
  • Ari Budiyanti: A li Pu di yang di
  • Anis Hidyatie: Ai se ni Hi da ya die
  • Ayu Diahastuti: Ai yu Di a se du dhi
  • Prajna Dewi: Pe la na Te Wi

Kira-kira begitulah. Tapi, kedengarannya gimana ya? Sayangnya saya juga kurang paham dengan karakter Tionghoa. Tapi, tidak apa-apa. Nama adalah doa yang terbaik, jadi nama-nama di atas akan saya doakan saja;

  • Siti Nazarotin: Si An-chi (Bidadari cantik)
  • Ayra Amirah: Ai Liu-hao (Rezeki mengalir bersama cinta)
  • Yuli Anita: Yu Fung-hsiang (Bunga harum semerbak)
  • Dewi Leyli: De Jia-li (Bagus dan Indah)
  • Teguh Hariawan: De Huang-ran (Penuh percaya diri)
  • Fery Widiatmoko: Fei Kai-li (Kemakmuran)
  • Ari Budiyanti: Ai Lian-ni (Putri Matahati)
  • Anis Hidayatie: Ai Phing-nie (Wanita Keadilan)
  • Ayu Diahastuti: Ai Mei-len (Gadis kuat dan sabar)
  • Prajna Dewi: De Shu-wan (Mulia dan Periang)

Nah, saya hepi, kamu hepi, kita semua bergairah. Selamat ya buat nama-nama Tionghoa terbaru kamu. Bagi yang belum, silahkan menghubungi Pak Tjiptadinata, karena dia lebih jago. Acek Rudy kabur dulu ya!

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun