Lalu, apa yang dibilang nama palsu? Tenang sobat, itu hanya istilahku saja.
Saat saya memberikan nama Tionghoa kepada anak-anak saya, aturan generasi sudah hilang. Saat saya bertanya kepada ayah saya, ia hanya berkata "abaikan saja."
Ini adalah kesalahan pertama, sehingga saya menyimpulkannya sebagai "palsu."
Kesalahan kedua adalah pemilihan nama yang kuserahkan kepada ayah saya. Ia memang memilih nama yang terbaik, dan diri ini pasrah saja.
Namun menurut kaidah budaya Tionghoa, tata cara pemberian nama ini salah. Pemilihan nama seharusnya diverifikasi oleh seseorang yang memahami ilmu Fengshui. Atau di zaman dulu adalah orang-orang yang dituakan.
Itu karena tanggal lahir dan nama adalah rangkaian energi Yin-yang yang seharusnya harmonis. Jadi, tidak sembarangan.
Baca juga: Mengubah Nama Megubah Nasib dalam Budaya Tionghoa.
Mungkin saja karena alasan tidak ingin repot, maka jalur singkat pun ditempuh. Terlebih lagi di zaman now, sudah banyak warga Tionghoa yang sudah tidak memiliki nama China.
Tidak masalah sih, tapi akan jadi problem jika kamu berkunjung ke China. Di sana suka atau tidak suka, nama Tionghoa akan disematkan kepadamu.
Sebagai contoh, Hendra Setiawan adalah pemain badminton keturunan Tionghoa. Entah apakah ia memiliki nama Tionghoa atau tidak. Kalaupun ada, tidak terkenal.
Jadilah ia diberikan nama Heng de la Sai di ya wan. Dari tiga karakter menjadi tujuh. Panjang? Tarik napas dulu manteman, karena ada Gideon Marcus Fernaldi. Nama Tionghoanya adalah Ji de weng Ma ku si Fei er a er di. Totalnya 11 karakter. Alamak!