Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Bule Tidak Suka Dengar Bunyi Klakson?

11 Juni 2022   07:25 Diperbarui: 3 November 2022   13:41 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat pertama kali mengemudi di Amerika Serikat, saya telah diwanti-wanti oleh teman yang sudah terlebih dahulu di sana, "jangan pernah membunyikan klakson di sini, Rud."

Tentu saja aku adalah orang yang patuh, jadi aturan semacam itu tidak masalah. Yang jadi persoalan adalah kebiasaanku.

Pernah sekali saya berpapasan dengan seorang teman di kampus. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengklaksoninya. Kawan saya kaget, terlebih lagi seorang bule yang berdiri pas di sampingnya. Alhasil jari tengah pun dilayangkan, sembari menyertakan teriakan "Fu** You!"

Bagi warga Amerika, membunyikan klakson adalah sebuah penghinaan. Sementara di Indonesia, itu jamak terdengar. Bahkan dalam aturan berkendara juga tidak benar-benar dilarang.

Lain ladang lain belalang. Kira-kira seperti demikian. Klakson adalah perangkat wajib pada sebuah kendaraan. Fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Nah, karena bunyinya hanya satu jenis, "beeep..." maka informasi yang diterima bisa saja beragam. Tergantung pemahaman dari yang mendengarkannya.

Di Indonesia sah-sah saja tentunya, karena klakson ini dianggap sebagai tegur sapa berkendara. Atau mungkin karena orang Indonesia lebih kreatif. Sebagaimana diriku yang mengartikannya sebagai berikut;

  • Beep... (misiii...)
  • Beep-Beep (halo...)
  • Beep... Beep... (ini gue)
  • Beep-Beep-Beep (awas...)
  • Beepppppppppp (apelo!!!) Nah ini baru marah

Sementara lobus frontal bule bisa saja lebih primitif. Pokok e beep, mau berapa kali pun artinya sudah ajak berantem.

Walaupun demikian, para bule juga tidak sepenuhnya salah. Klakson yang terlalu sering dibunyikan juga bisa berbahaya. Yang paling sederhana adalah bisa mengagetkan pengendara yang lain.

Kelihatannya sepele, tapi bunyi klakson sudah pernah memakan korban jiwa di Lampung. Dikutip dari sumber [1], seorang remaja 13 tahun tewas tergilas kendaraan di Bandar Lampung.

Kejadiannya pada Rabu, 5/1/2022. Saat itu korban bersama ibunya melintas di jalanan. Lalu bunyi klakson yang keras dari arah belakang mengagetkannya. Kedua pengandara motor itu terjatuh dan terlindas mobil dari arah berlawanan. Sang ibu mengalami luka-luka dan anaknya tewas di tempat.

Tidak heran jika bunyi klakson juga dilarang di beberapa tempat tertentu, seperti sekolah, perumahan, atau rumah sakit. Di Amerika, negara bagian Arkansas bahkan lebih ekstrim lagi.

Sebelum Anda membunyikan klakson, tengoklah ke kiri dan kanan Anda. Pastikan tidak ada restoran atau kafe. Aturan di sana melarang bunyi klakson di tempat makan. Alasannya, bunyi bising bisa bikin tersedak. Nah lho...

Jadi, apakah peraturan Indonesia tidak melarang penggunaan klakson? Tidak juga, sebabnya ada undang-undangnya.

Ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Pasal 71, disebutkan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pengendara dengan klakson.

Dalam ayat 1 tertera bila klakson dapat digunakan untuk menyalip kendaraan atau untuk keselamatan berlalu lintas. Kemudian ayat 2 tentang larangan membunyikan klakson pada tempat yang sudah ditetapkan.

Lalu ada juga Peraturan Pemerintah Republik Indoesia Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan. Pada Pasal 39 disebutkan jika bunyi klakson dapat digunakan selama tidak menganggu konsentrasi pengguna jalan.

Selain itu Pasal 69 dan Pasal 64 ayat (2) juga menyebutkan bahwa suara klakson yang berbunyi diwajibkan paling rendah 83 desibel (dB) dan paling tinggi 118 db.

Tidak ada yang benar-benar melarang sepenuhnya penggunaan klakson. Sebagaimana yang pernah terjadi di New York, AS.

Kota yang satu ini memang dikenal sebagai kota terbising di AS. Di sana penggunaan klakson tiada bedanya dengan di Indonesia. Pada pertengahan 1980an, pemerintah setempat pernah mengeluarkan undang-undang, membunyikan klakson berbuntut denda US$350.

Alasannya, warga New York lebih sering mengklakson daripada mengerem kendaraan. Lalu apa yang terjadi? Polisi kebingungan memberi tilang. Sebabnya lebih banyak yang klakson daripada yang kena tilang.

Pada 2013, aturan ini akhirnya dihapus. Mengutip laman npr.org, disebutkan jika rambu dilarang membunyikan klakson mengganggu konsentrasi pengendara. Amsiong!!!

Ternyata ada bahasa Makassarnya, Singkamma ji, alias dimana-mana sama saja. Kendati demikian, sebagai pegendara mobil, kita memang harus menggunakan klakson secara bijak. Hal ini terkait dengan arti dari klakson itu sendiri.

Klakson diambil kata Klaxo. Berasal dari bahasa Yunani yang artinya menjerit. Nah, sebagai manusia normal, kita tidak mau berteriak-teriak tanpa alasan bukan?

**

Referensi: 1 2 3 4 5

**
Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun