Sedih, senang, jengkel, marah, semuanya bercampur menjadi sebuah perasaan: berdebar-debar.
"Nah, itu kan!" Istriku menimpali. Ia merasa benar.
Sayangnya cinta itu defenisinya luas. Cinta juga bisa kepada ayah-ibu, kepada anak-cucu, kepada saudara-saudari. Pada saat itu tidak ada perasaan yang bergetar.
"Biasa aja atuh," aku kembali menimpali.
Istriku masih belum terima. Ia bilang jika itu bukan cinta, tapi sayang. Lha, itu kan masalah defenisi. Aku sayang mamaku, juga cinta sama dia.
"Apalagi kamu sayang," membuatnya senang.
Tidak mau kalah darinya, diriku lalu menuangkan sebuah teori. Perasaan berdebar hanya muncul jika perasaanmu tidak menentu. Artinya, kamu tidak pede apakah gayung akan bersambut.
"Sementara saat aku melihatmu, diriku sudah yakin jika aku akan memilikimu. Jadi untuk apa berdebar lagi?" Eh...
Istriku diam, ia tahu percuma berbicara denganku yang punya ribuan teori. Kesal, ia diam.
Aku tetiba teringat dengan anak sulungku. Reinhard namanya. Tahun 2022 ini ia sudah berusia 24 tahun. Belum punya pacar dan tidak pernah pacaran. Padahal secara fisik, ia tidak kalah dari para pesohor K-Pop.
Ketika aku bertanya kepadanya, mengapa dirinya tidak pernah pacaran? Jawaban pertama klise, "Saya hanya belum ketemu yang cocok, pa."