Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duh Rangga, Janganlah Berdebar-debar Jika Ketemu Cinta

20 Mei 2022   07:14 Diperbarui: 20 Mei 2022   07:26 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cinta dan Rangga (gambar: liputan6.com)

Malam ini saya "bertengkar" dengan istriku. Entah karena krisis paruh baya, tetiba ia bertanya kepadaku; apakah perasaanku berdebar ketika melihatnya untuk kali pertama?

"Biasa aja tuh," jawabku

Disitulah pangkal permasalahannya. Ia merasa jawabanku kurang cocok. Menurutnya, cinta harus dimulai dari perasaan berdebar-debar. Mungkin saja ia benar. Tapi, jawabanku hanya berdasarkan tiga fakta.

Pertama, kejadiannya sudah lama, aku sudah lupa. Kedua, menurutku perasaan cinta pada saat itu tidak perlu lagi, yang terpenting adalah bagaimana kita sudah saling memiliki. Ketiga, karena memang lelaki lebih pantang berbicara tentang hal-hal romantis, kurang jantan rasanya. Eh...

Ah, ngeles.com

Mungkin saja istriku ingin jawaban yang jujur dariku. Sebabnya ia tahu jika hormon testosteronku ini terlalu sering berdebar-debar. Terhadap siapa dan apa saja, bukan hanya kepada dirinya sendiri.

Jadi, kuladeni saja. Siapa tahu saja bisa berguna juga bagi kamu, kamu, dan kamu.

Secara umum, perasaan jatuh cinta didasari oleh perasaaan ingin memiliki. Dan itu susahnya. Sebabnya cinta itu hanyalah perasaan sayang tanpa ikatan hukum atau legalitas mengikat lainnya.

Kamu ingin memiliki cinta, sementara dirinya lebih memilih rangga. Tapi rangga itu jahad, ia mengabaikan cinta. Jadi, kamu masih punya harapan.

Makanya cinta adalah hal yang kompleks. Keinginan memiliki yang menggebu-gebu kemudian menimbulkan ribuan perasaan. Jadi, tidak heran jika perasaan yang satu ini emang ngeri-ngeri sedap.

Sedih, senang, jengkel, marah, semuanya bercampur menjadi sebuah perasaan: berdebar-debar.

"Nah, itu kan!" Istriku menimpali. Ia merasa benar.

Sayangnya cinta itu defenisinya luas. Cinta juga bisa kepada ayah-ibu, kepada anak-cucu, kepada saudara-saudari. Pada saat itu tidak ada perasaan yang bergetar.

"Biasa aja atuh," aku kembali menimpali.

Istriku masih belum terima. Ia bilang jika itu bukan cinta, tapi sayang. Lha, itu kan masalah defenisi. Aku sayang mamaku, juga cinta sama dia.

"Apalagi kamu sayang," membuatnya senang.

Tidak mau kalah darinya, diriku lalu menuangkan sebuah teori. Perasaan berdebar hanya muncul jika perasaanmu tidak menentu. Artinya, kamu tidak pede apakah gayung akan bersambut.

"Sementara saat aku melihatmu, diriku sudah yakin jika aku akan memilikimu. Jadi untuk apa berdebar lagi?" Eh...

Istriku diam, ia tahu percuma berbicara denganku yang punya ribuan teori. Kesal, ia diam.

Aku tetiba teringat dengan anak sulungku. Reinhard namanya. Tahun 2022 ini ia sudah berusia 24 tahun. Belum punya pacar dan tidak pernah pacaran. Padahal secara fisik, ia tidak kalah dari para pesohor K-Pop.

Ketika aku bertanya kepadanya, mengapa dirinya tidak pernah pacaran? Jawaban pertama klise, "Saya hanya belum ketemu yang cocok, pa."

Jawaban kedua lebih diplomatis, "Jika jodohku tiba, maka di sanalah saatnya."

Lalu jawaban ketiga muncul ketika aku bertanya kepadanya. Bagaimana mungkin ia tahu jika si gadis adalah jodohnya.

"Aku tahu, aku yakin. Ada signal," imbuhnya.

"Apakah perasaan itu termasuk berdebar-debar?" Tanya istriku penasaran.

"Mungkin iya, mungkin tidak. Jika aku yakin berjodoh dengannya, aku akan merasa tenang." Nah...

Ternyata bukan hanya diriku yang memiliki hormon testosteron. Berdebar-debar memang tanda cinta, tapi sebenarnya itu juga adalah tanda jika ia bukan jodohmu.

Mengapa? Karena perasaan berdebar hanya bagi mereka yang tidak pede. Khwatir keinginannya tidak terpenuhi, dan pada akhirnya memang tidak terpenuhi.

Jadi, jika kamu menemukan jodohmu, maka seharusnya kamu merasa tenang. Bukannya melunjak kiri kanan tidak karuan.

Saya dan Reinhard mungkin sama saja. Sama-sama tipe cuek yang mirip bebek. Jadi bagi kamu, kamu, dan kamu yang masih belum setuju denganku. Cobalah bertanya kepada dirimu sendiri.

Saat kamu berada di samping pasangan hidupmu, bagaimanakah perasaanmu? Kalau saya sih tenang. Meskipun sesekali juga berdebar-debar kalau teringat Miyabi. Eh...

**

Acek Rudy for Kompasiana

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun