Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengukur Laju Inflasi dari Kaca Mata Mak Mike

19 April 2022   05:52 Diperbarui: 19 April 2022   05:56 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sudah saatnya memikirkan bagaimana menyiasati kenaikan harga-harga di pasar yang terus meroket.

Pagi ini saya bertemu dengan penjual kue langgananku. Katakanlah namanya Mak Mike. Seperti biasa, saya mencari kue untuk kebutuhan parsel. Tapi, harganya sudah naik, tidak lagi memenuhi budgetku seperti tahun lalu.

"Harga bahan naik 20%, koh. Sementara harga kue ku hanya naik 10% saja," ujar Mak Mike.

Permasalahannya adalah pilihan. Di antara menekan harga atau menjaga stabilitas penjualan. Jalan tengahnya adalah keuntungan.

"Cuan sedikit tidak apa-apa, yang penting masih bisa tutup ongkos," demikian ujarnya.

Dilema Bisnis

Mak Mike sadar, jika harga ia naikkan drastis, konsekuensinya cukup berat. Ia akan kehilangan pelanggan karena harga yang tidak lagi sesuai kantong.

Sebabnya kue lebaran yang ia jual bukanlah bahan pokok. Sayangnya, harga bahan yang ia beli adalah bahan pokok. Gula, mentega, telur ayam, susu, gas elpiji dan tidak lupa minyak goreng.

Mak Mike tidak hanya menanggung kerugian akibat keuntungan yang semakin tipis. Ia juga punya biaya bulanan yang dianggarkan. Selain biaya listrik, pulsa, bensin, perlengkapan rumah tangga, dan tentunya bahan pokok sehari-hari. 

Tidak lupa juga uang sekolah bagi anak-anaknya, cicilan motor, dan sederet utang yang harus ia bayar tepat waktu.

Tentu saja kasus Mak Mike ini hanya satu di antara jutaan. Masih banyak penjual kue dan gorengan yang juga kena imbas akibat harga-harga barang yang naik.

Akhir kata, Mak Mike hanya menitipkan pesan kepadaku; "Inflasi tinggi, kerjaan sudah semakin susah, ko."

Inflasi yang bikin pusing

Saya sendiri tidak yakin jika Mak Mike memahami apa itu Inflasi. Saya pun masih rada bingung dengan istilah ini. Bisa dimaklumi, kami berdua bukanlah ekonom.

Mengutip KBBI tentang arti inflasi saja sudah cukup bikin pusing;

"Kemerosotan nilai uang karena banyaknya dan cepatnya peredaran uang sehingga menyebabkan kenaikan harga barang-barang."

Jadi, seharusnya inflasi berhubungan dengan tiga faktor, yakni; (i) kenaikan harga barang, (ii) Peredaran uang, dan (iii) Nilai uang.

Tapi, tidak sesederhana itu sobat. Sebabnya penyebab inflasi itu bisa bermacam-macam.

Yang paling bisa "disalahkan" adalah kenaikan bahan baku. Itu pun sudah cukup bikin puyeng.

Penyebabnya bisa banyak, mulai dari faktor transportasi, perbedaan kurs dollar (untuk bahan baku impor), kenaikan ongkos kerja hingga ratusan penyebab yang menyebabkan ongkos produksi naik.

Inflasi juga bisa akibat faktor permintaan yang yang tinggi tidak dibarengi dengan ketersediaan barang. Misalkan cabai yang mengalami gagal panen, karena stok kurang, mekanisme pasar pun membuat harga melambung tinggi lagi.  

Permintaan tidak saja berasal dari faktor dalam negeri. Terkadang sebuah barang juga laris manis di pasar internasional. Seperti kasus CPO baru-baru ini yang membuat harga minyak goreng menjadi viral.

Tapi, inflasi bisa juga dipengaruhi oleh faktor kestabilan suatu negara. Dalam kasus Indonesia turbulensi politik 1998 memicu inflasi tinggi.

Begitu pula dengan situasi panik pada saat pandemi merebak. Banyak negara di dunia, termasuk Indonesia terpaksa mencetak uang untuk menjaga likuiditas.

Disebutkan jika sebuah negara gagal mempertahankan jalur inflasinya, maka itu akan berbahaya bagi perekonomian.

Kondisi inflasi Indonesia

Untungnya posisi Indonesia masih baik-baik saja. Menurut data BPS, inflasi negeri kita ini adalah 2,64% (tahun per tahun). Rasio ini masih wajar dan posisi Indonesia masih tergolong baik juga.

Tingkat inflasi Indonesia termasuk kecil dibandingkan negara G20 lainnya. Ada datanya di sini; id.tradingeconomics.com

Yang terbesar adalah Turki (61.14%), diikuti Argentina (55,1%), lalu Rusia (16,7%). Sementara Indonesia hanya kalah dari Jepang (0,9%), China (1,5%), Arab Saudi (2%), dan Swiss (2,4%).

Sampai di sini sudah cukup pusing. Saya dan Mak Mike hanyalah pedagang yang mencari sesuap nasi dan setitik berlian harapan.

Data inflasi Indonesia tidak tinggi-tinggi amat, tapi itu sudah cukup membuat gerah. Bagaimana jika inflasi di Indonesia menyuar seperti Turki? Amsiong dah.

Mengukur inflasi

Apakah data yang diberikan pemerintah itu bisa dipercaya? Tentu, karena menggunakan standar internasional. Hitungannya begini;

Ada yang namanya Indeks Harga Konsumen (IHK). Indikator yang mengukur harga rata-rata kebutuhan hidup. Seperti makanan, perumahan, pendidikan, dan ukuran lainnya yang dikonsumsi oleh rumah tangga.  

Lalu BPS menggunakan rumus sederhana untuk menentukan Laju Inflasi;

Laju Inflasi = (IHK bulan ini -- bulan sebelumnya) / (IHK bulan sebelumnya x 100%)

Jadi, saya buatkanlah hitungan sederhana Laju Inflasi dalam kehidupan sehari-hari. Katakanlah IHK adalah anggaran rutin bulanan yang biasa dikeluarkan oleh Mak Mike.

Misalkan untuk semua kebutuhannya di bulan Februari, ia menganggarkan 3.342.250 rupiah. Lalu di bulan Maret, untuk barang dan jasa yang sama ia mengeluarkan budget sebesar 3.654.500 rupiah.

Laju Inflasi rumah tangga Mak Mike adalah; (3.654.500 -- 3.342.250 = 312.250) / (3.342.250) x 100%. Hasilnya adalah 9,34%.

Benarkah demikian? Salah!

Hitungan sederhana ini lebih mirip kepada hitungan Indeks Biaya Hidup (IBH). IBH hanya salah satu komponen yang digunakan untuk menentukan Lajur Inflasi versi Organisasi Buruh Dunia (ILO).

Masih ada beberapa lagi komponen lainnya, seperti Indeks Harga Produsen, Indeks Harga Komoditas, Indeks Harga Barang Modal, dan Deflator Produk Domestik Bruto.

Keterangan lengkap bisa dibaca di sini (sumber: statmat.net)

Sayangnya, perhitungan tersebut cukup rumit bagi kapasitas otak saya dan Mak Mike. Jadi, buat kami, inflasi hanya sekadar angka. Jika pemerintah mengatakan itu aman, maka amanlah.

Meskipun terkadang saya masih terheran-heran. Mengapa Lajur Inflasi yang dikatakan "terkontrol", masih membuat diriku serasa panas-dingin.

Pada akhirnya indikator hanyalah indikator. Membandingkan Indonesia dengan angka dunia. Bisa digunakan sebagai bahan presentase kepada Tuhan, bahwa diri ini masih hidup dengan penuh rasa syukur.

Meskipun ketika doa di pagi hari telah usai, masih ada perasaan tidak puas yang tersisa. Mengapa sih harga bahan pokok, listrik, gas, dan BBM semuanya harus naik pada saat yang bersamaan? Entah apakah doa Mak Mike juga sama.

Semoga kondisi negara kita akan baik-baik saja. Semoga demikian adanya.

**

Referensi: 1 2 3 4 5

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun