"Setiap orang berhak untuk mengubah hidupnya, tidak ada satu pun yang berhak mendikte."
Begitu pula Yesus, Ia sadar jika hidup ini memang berwarna. Andaikan hanya ada satu agama di dunia ini, misi-Nya di kayu salib belum tentu selesai. Bukankah demikian? Maafkanlah pemahamanku yang kurang benar ini.
Sebabnya, bukanlah salah agama yang tidak bisa mendamaikan. Karena umat manusia memang demikian, selalu bergerilya mencari kesalahan. Jangan pernah salahkan Tuhan.
Di hari Paskah ini, saya adalah murid Yesus Kristus. Sebabnya saya telah mencontohi kemurahan hati dan pengorbanan-Nya. Tidak membedakan manusia berdasarkan Suku, Agama, maupun Ras. Itu adalah Karuna dalam versi yang kupahami.
Duduk di luar gereja, mendengarkan Kidung Agung, lantunan pujian bagi-Nya. Meresapi maknanya, dengan penuh cinta kasih terhadap sesama. Abaikanlah pendapat kaum nyinyir yang masih menganggapku sebagai pendosa. Karena mereka belum paham jika Metta adalah universal.
Pada saat yang sama, dalam doa, diriku juga bersimpuh kepada Allah SWT. Mengucapkan terima kasih atas suri-tauladan Nabi Muhammad SAW. Mengajarkanku makna puasa dan Ridho Allah. Turut bermudita atas kebaikan umat Muslim sedunia.
Saya tidak pernah dilarang untuk belajar. Apalagi menggunakan kacamata kuda dalam melihat agama. Sebabnya ada tertera di prasasti Asoka;
"Mendorong pengembangan agama sendiri, mengagung-agungkan kebaikannya, tetapi mencela agama lain untuk kepentingan sendiri akan merugikan agama itu sendiri" -- Asoka's Major Rock Edicts VII
Di manakah imanku?
Setipis kertas tentunya. Sebabnya adalah manusia yang berulah. KTP harus tertera identitas agama. Itu seumur hidup, jadi kutulislah agama Buddha di sana. Tapi, semangat meyakini tidak akan membuatku mengubah data di dukcapil.
Padahal iman itu seharusnya lebih tebal dari gunung. Jadi, aku tidak ragu lagi menulis semua agama di bumi ini pada dinding batu. Dijamin setelah itu, masih banyak tempat yang tersisa bagi seluruh umat manusia.