Jangan dulu terlalu khwatir...
Sebagai pengusaha, saya punya perkiraan sederhana. Apakah kenaikan utang sesuai dengan kenaikan pendapatan? Apakah aset saya melebihi total utang?
Dan apakah pendapatan saya bisa membayar utang jangka pendek dan panjang. Itu dulu yang harus dihitung, jangan dulu berpikiran macam-macam.
Pemikiran sederhana inilah yang akan saya uraikan dalam tulisan ini. Semoga bisa bermanfaat bagi kamu, kamu, dan kamu yang juga khwatir seperti saya.
Rasio Utang terhadap PDB
Utang tidak bisa diliat dari angka saja. Harus ada angka pembanding, atau indikator. Dalam hal ini adalah Rasio Utang terhadap PDB. Dalam bahasa pedagang, rasio utang terhadap pendapatan (omzet).
Jokowi mencatat sebesar 40,17% per Februari 2022. Naik hampir dua kali lipat dari 24,7% pada akhir 2014. Namun, batasan yang diberlakukan oleh undang-undang adalah 60%. Artinya masih ada gap sekitar hampir 20%.
Kendati demikian, Indonesia juga harus berhati-hati. Karena angka 60% menandakan bahwa negara sudah terlilit dengan "jebakan utang." Sebuah kondisi dimana kita tidak sanggup lagi membayar utang, dan harus berutang lagi untuk membayarnya.
Apakah Indonesia pernah melebihi standar ini?
Pernah. Krisis ekonomi 1998, Rasio utang Indonesia terhadap PDB mencapai angka 58%. Naik sebanyak 20% dari tahun sebelumnya (1997). Rasio tersebut adalah rekor tertinggi selama masa orde baru.
Pada tahun berikutnya, melunjak lagi. Mencapai 85% pada 1999, dan 89% pada 2000. Itu rekor tertinggi sepanjang sejarah.