Daeng Bahar supir pribadiku baru saja masuk kerja. Ia sudah beristirahat di rumahnya selama sebulan lebih. Gejalanya tidak mirip Covid yang sedang merebak.
Daeng Bahar tidak meler, batuk, atau demam. Ia mengaku jika tubuhnya sehat dan tidak lemas. Hanya saja setiap beberapa jam sekali, ia pasti BAB. Ada darahnya lagi.
Daeng Bahar tidak mau ke dokter, meskipun saya menyuruhnya. Konon penyakitnya itu hanyalah "titipan" dari orang yang tidak senang.
Kontemplasi diri sembari terus berdoa. Mendekatkan diri kepada Tuhan, ia yakini sebagai cara terbaik.
Ini bukan pertama kalinya Daeng Bahar mendapatkan penyakit aneh sejenis itu. Setiap kali ia mendapat rezeki, konon ada saja yang terjadi. Kalau bukan sakit perut, sakit kepala, atau sakit gigi.
"Katanya sih, itu akibat sakit hati dari orang yang sirik."
Daeng Bahar tinggal di pinggiran kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Saya pernah ke sana. Daerah yang padat penduduk, tapi tidak kumuh. Malahan kesannya asri.
Daeng Bahar disayangi tetangganya. Ia gemar membantu siapa saja, Daeng Bahar selalu siap siaga.
Daeng Bahar disegani tetangganya. Bisik-bisik, ia adalah keturunan Sultan Hasanuddin. Ia mewarisi kewibawaan dan juga berbagai jenis mantra sakti.
Daeng Bahar bukan satu-satunya yang pernah dikirimi santet. Menantu dan adiknya yang tinggal bersebelahan juga sudah sering.
Tetangga-tetangganya apa lagi. Terutama yang tajir atau yang suka flexing.
Jika sudah ada yang terkena penyakit aneh, mereka tahu jika Daeng Bahar punya mantra penangkal. Ia sudah menjadi tabib tidak resmi atas ulah setan yang tidak kelihatan.
"Katanya sih, pasti sembuh jika minum air ramuannya."
Daeng Bahar tidak suka balas dendam. Ia tidak pernah menyarankannya kepada korban. Meskipun ia juga menguasai ilmu sakti, baginya, Tuhan tidak akan tinggal diam.
**
Alkisah seorang tetangganya, (katakanlah) yang bernama Daeng Mawang. Ia adalah seorang pengusaha warung di tempat tinggal Daeng Bahar. Ia tinggal bersama istrinya.
Suatu waktu ia juga terkena penyakit aneh. Badannya terasa sakit setiap kali disentuh. Daeng Mawang pun datang mencari Daeng Bahar. "Kamu tidak sakit, hanya perlu banyak kebajikan saja."
"Saya akan membantumu, sepanjang kamu juga membantuku."
"Sebutkan saja," Daeng Mawang menyanggupi bergegas.
"Saya hanya ingin mengingatkanmu untuk selalu menjadi orang baik. Seorang yang soleh memiliki tiga kebajikan. Itu berasal dari hati, ucapan, dan juga tindakan," lanjut Daeng Bahar.
Setelah menyanggupi, Daeng Mawang pun diberikan ramuan. Ia sembuh seketika.
Beberapa hari kemudian, Daeng Bahar memperbaiki rumahnya. Genteng diganti, rumah dicat sehingga kelihatan baru.
Saat sedang beristirahat, Daeng Bahar dihampiri cucunya. Sepiring kue diberikan kepadanya. Berasal dari pemberian istri Daeng Mawang.
Daeng Bahar pun langsung melahapnya, dengan segala konsekuensi yang sudah ia ketahui. Hingga kejadian tersebut menimpanya. Ia terkena penyakit aneh yang bukan sejenis Covid.
"Saya heran, mengapa ada saja orang seperti Daeng Mawang yang selalu sirik melihat tetangganya bahagia."
Setan tidak pernah insaf. Mungkin itu yang ingin disampaikan oleh Daeng Bahar kepadaku.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H