Daeng Bahar supir pribadiku baru saja masuk kerja. Ia sudah beristirahat di rumahnya selama sebulan lebih. Gejalanya tidak mirip Covid yang sedang merebak.
Daeng Bahar tidak meler, batuk, atau demam. Ia mengaku jika tubuhnya sehat dan tidak lemas. Hanya saja setiap beberapa jam sekali, ia pasti BAB. Ada darahnya lagi.
Daeng Bahar tidak mau ke dokter, meskipun saya menyuruhnya. Konon penyakitnya itu hanyalah "titipan" dari orang yang tidak senang.
Kontemplasi diri sembari terus berdoa. Mendekatkan diri kepada Tuhan, ia yakini sebagai cara terbaik.
Ini bukan pertama kalinya Daeng Bahar mendapatkan penyakit aneh sejenis itu. Setiap kali ia mendapat rezeki, konon ada saja yang terjadi. Kalau bukan sakit perut, sakit kepala, atau sakit gigi.
"Katanya sih, itu akibat sakit hati dari orang yang sirik."
Daeng Bahar tinggal di pinggiran kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Saya pernah ke sana. Daerah yang padat penduduk, tapi tidak kumuh. Malahan kesannya asri.
Daeng Bahar disayangi tetangganya. Ia gemar membantu siapa saja, Daeng Bahar selalu siap siaga.
Daeng Bahar disegani tetangganya. Bisik-bisik, ia adalah keturunan Sultan Hasanuddin. Ia mewarisi kewibawaan dan juga berbagai jenis mantra sakti.
Daeng Bahar bukan satu-satunya yang pernah dikirimi santet. Menantu dan adiknya yang tinggal bersebelahan juga sudah sering.