Lantas apakah benar jika warga sipil Ukrainia memang sudah siap melawan Rusia?
Sebuah petisi telah ditujukan kepada presiden Ukrainia, Volodymyr Zelensky. Isinya adalah membatalkan wajib militer kepada warga sipil.
Dikabarkan jika petisi tersebut telah berhasil mengumpulkan 36.000 tanda tangan dalam hitungan hari. Dengan demikian, petisi tersebut telah menjadi resmi, karena menurut undang-undang, sudah melewati ambang batas 25.000 bagi sebuah petisi untuk ditinjau oleh presiden.
Sejarah juga memperlihatkan hal yang sama. Saat konflik di Ukrainia Timur yang berlangsung pada tahun 2014, sebanyak 85.792 orang dengan sengaja menghindari wajib militer. Mereka tidak muncul memenuhi panggilan tugasnya.
Dalam laporan yang diambil dari sumber [3], disebutkan jika Ukrainia telah menyiagakan 255.000 personel militer aktif, dan memiliki sekitar 900.000 rakyat sipil. Namun, dengan kejadian 2014, diragukan jika angka 900.000 itu benar-benar ada.
Sebagai perbandingan, Rusia memiliki lebih dari satu juta personel militer, dan 120.000 telah ditempatkan di perbatasan. Menyusul lebih banyak lagi jika perang benar-benar terjadi.
Tidak heran jika berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Ukrainia untuk berkampanye, menarik perhatian NATO, dan juga warga dunia bahwa mereka perlu didukung.
Mengobarkan semangat perang, namun sebenarnya berharap agar Rusia mengagalkan serangannya.
Karena jika itu terjadi, maka dampak mengerikan akan lebih luas lagi. Nasib rakyat sipil akan sangat mengenaskan, termasuk para gadis yang telah berpose riang pada akun medsosnya.
Terkadang perang memang dibutuhkan. Akan tetapi lebih elok lagi jika kedamaian itu terciptakan. Pesan para gadis Ukrainia jelas. Bahwa mereka siap melawan, meskipun mereka sebenarnya juga cinta kedamaian seperti saya, kamu, kamu, dan kamu.
**