Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Orang Tionghoa Kurang Memuliakan Tuhan?

28 Januari 2022   12:12 Diperbarui: 28 Januari 2022   12:49 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benarkah Orang China Tidak Memuliakan Tuhan? (time.com)

Berbicara tentang Tiongkok dan Tionghoa itu memang tidak mudah. Sebabnya terlalu banyak informasi tumpan tindih yang kadang digeneralisasi.

Sebagai contoh, orang Indonesia keturuan Tionghoa jelas tidak sama dengan orang Tionghoa yang berada di China daratan. Meskipun sama-sama berdarah Tionghoa, tapi peleburan budaya telah membedakan mereka.

Dari sisi bahasa saja sudah berbeda. Bukan hanya karena kebanyakan orang Tionghoa Indonesia sudah tidak bisa lagi berbahasa leluhurnya, tapi setelah seabad berlalu, perubahan bahasa itu terjadi.

Ambillah contoh dialek Hokkien orang Medan, bahasa gado-gado Medan ini tidak akan dipahami oleh orang Taiwan yang juga menggunakan Hokkien sebagai lingua franca.

Mau tahu sebabnya? karena dialek Hokkien orang Medan sudah bercampur dengan Bahasa Melayu, Mandarin, bahkan dialek suku lainnya yang popular. Itulah Indonesia.

Baca juga: Alasan Hokkien Menjadi Bahasa Persatuan Indonesia

Termasuk paham politik dan agama.

Sebuah artikel di Kompasiana menganggu suasana hatiku pagi ini. Judul dan penulisnya tidak akan saya ungkap, dengan alasan etis. Tapi, saya akan mengutip sebuah kalimat yang ia tulis;

"Dari sini penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor politik "S" berusaha melestarikan budaya Tionghoa dengan mempertahankan tradisi yang dibawa dari Tiongkok agar mereka lebih memuliakan Tuhan."

Baiklah, penulis mengakui jika pelarangan budaya China di Indonesia di masa lalu, ada hubungannya dengan gerakan paham komunis yang sedang getol-getolnya terjadi di berbagai penjuru dunia.

Amerika dan Uni Soviet sebagai dua negara adidaya saling berebut wilayah dengan paham ideologinya yang tidak sama. Komunis vs Kapitalis.

Soeharto sendiri lebih pro-barat. Menggantikan kekuatan blok timur yang sempat mesra dengan Indonesia di zaman Soekarno.

Sementara, bagaimana dengan posisi orang Tionghoa di Indonesia? Mereka adalah sasaran politik, tidak peduli apapun agama mereka.

Oke, Tiongkok sekarang sedang berjaya. Paham komunismenya masih eksis dengan sejuta prestasi dunia di berbagai bidang. Tapi, jauh sebelum komunis berkuasa di sana, adalah Republic of China (ROC) dengan paham nasionalis yang berkuasa.

Sebelum akhirnya mereka ramai-ramai hijrah ke Taiwan dan tetap mempertahankan identitasnya. Sebagai orang Tionghoa nasionalis di bawah bendera ROC.

Ini belum termasuk Hong Kong. Meskipun tidak menggunakan embel-embel China pada nama negaranya, bukan rahasia lagi jika penduduknya mayoritas orang Tionghoa.

Sejarah telah menjadikan mereka sebagai bagian dari koloni Inggris. Akan tetapi, tidak serta membuat mereka menjadi orang bule. Mereka adalah orang Tionghoa.

Jauh sebelumnya lagi, Tiongkok adalah negara monarki dengan sejarah dinasti-dinasti yang panjang. Budaya yang diwariskan kepada anak cucunya begitu dahsyat sehingga masih menjadi tradisi seluruh orang Tionghoa hingga kini.

Termasuk toleransi beragamanya.

Adalah Kaisar ke-sebelas Dinasti Ming, Zhu Houzhao yang dikenal sebagai kaisar China pertama yang menganut agama Islam. Jauh sebelumnya, leluhurnya, Kaizar Zhu-di juga telah mengeluarkan dekrit perlindungan terhadap umat muslim saat ia berkuasa.

Kaisar Zhu-di juga adalah orang yang sama yang mengutus Laksamana Cheng Ho untuk ekspedisi ke Nusantara. Tentunya kita semua tahu bahwa Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim. Tapi, jangan lupa jika ia adalah orang China!

Baca juga: Jejak Islam dalam Sejarah Kaisar Mualaf Dinasti China Kuno.

Bagaimana dengan Agama Buddha?

Sementara agama Buddha kemungkinan sudah ada di Tiongkok sejak abad pertama Masehi. Berasal dari Asia Tengah dan dibawa oleh para biksu India di bawah pemerintahan Raja Asoka. Sampai abad ke-8, China bahkan telah bertransformasi menjadi pusat agama Buddha yang berperan penting.

Ini belum termasuk penganut faham Taoisme dan Confucious. Meskipun film-film silat sering memunculkan konflik antara partai Shaolin (Buddha) versus Butong-pai (Taoisme), tapi dalam sejarah China, tidak ada konflik besar yang pernah terjadi di antara dua paham reliji ini. Dan mereka adalah orang China!

Bagaimana dengan Kristen?

Saat China telah menjadi sentra agama Buddha yang penting pada abad ke-8, di saat itulah kekristenan muncul. Adalah uskup dari Gereja Nestorian yang Bernama Alopun yang pertama kali menyebarkan agama Kristen di Chang'an, pada tahun 635M.

Saat itu, Alopun mendapat izin langsung dari Kaisar China untuk menyebarkan injil. Namun, usahanya kurang berhasil karena faktor sosial yang banyak dipengaruhi oleh ajaran Kong Hu Cu sudah mandarah-daging di sana.

Corak kebudayaan China saat itu tidak sama dengan corak kekristenan yang didasari oleh kebudayaan barat.

**

Hingga saat ini pemerintah komunis China juga tidak melarang kebebasan beragama bagi warganya. Tentu saja beragama diperbolehkan, sepanjang tidak menganggu stabilitas politik negara tirai bambu tersebut.

Adapun batasan beragama dan keagamaan yang ramai diperbincangkan, tiada bedanya dengan seluruh aturan yang berlaku bagi aspek kehidupan masyarakat lainnya, seperti kesenian, pendidikan, hingga kebudayaan.

China sekarang memang adalah komunis, tapi itu adalah model pemerintahannya, bukan orang China.

Kembali kepada pernyataan Kompasianer tersebut, "[...], berusaha melestarikan budaya Tionghoa dengan mempertahankan tradisi yang dibawa dari Tiongkok agar mereka lebih memuliakan Tuhan."

Menyambut imlek, dan juga kebetulan ada topilnya di Kompasiana. Kamu, kamu, dan kamu bisa menulis apa saja tentang Tionghoa.

Tapi, sekali lagi ingat bahwa Tionghoa dan Ketionghoan itu kompleks. Saya sendiri sebagai keturunan Tionghoa masih sering bingung. 

Jadi saran saya sih, jangan terlalu larut dalam euphoria imlek dan meramaikan Kompasiana dengan menyertakan artikel tidak berkualitas di rumah kita bersama ini.

Mohon agar tulisan dapat dicek berulang kali, sebelum dimuat. Satu kalimat singkat yang absurd bisa merusak makna tulisan secara umum. Lebih parah lagi, mempengaruhi pandangan pembaca bahwa;

"Orang Tionghoa kurang memuliakan Tuhan."

Nah, saran bagi penulis kepada sang penulis, daripada mau bikin artikel yang terkesan keren, tapi peang, mending bikin pantun imlek saja deh. Lebih keren dijamin!

Oh ya, satu lagi. Pengusaha Tionghoa Indonesia adalah orang Indonesia asli. Mereka tidak pulang kampung ke Beijing, Shenzen, dan kota metropolitan lainnya di China untuk bersedakah angpao!

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun