China sekarang memang adalah komunis, tapi itu adalah model pemerintahannya, bukan orang China.
Kembali kepada pernyataan Kompasianer tersebut, "[...], berusaha melestarikan budaya Tionghoa dengan mempertahankan tradisi yang dibawa dari Tiongkok agar mereka lebih memuliakan Tuhan."
Menyambut imlek, dan juga kebetulan ada topilnya di Kompasiana. Kamu, kamu, dan kamu bisa menulis apa saja tentang Tionghoa.
Tapi, sekali lagi ingat bahwa Tionghoa dan Ketionghoan itu kompleks. Saya sendiri sebagai keturunan Tionghoa masih sering bingung.Â
Jadi saran saya sih, jangan terlalu larut dalam euphoria imlek dan meramaikan Kompasiana dengan menyertakan artikel tidak berkualitas di rumah kita bersama ini.
Mohon agar tulisan dapat dicek berulang kali, sebelum dimuat. Satu kalimat singkat yang absurd bisa merusak makna tulisan secara umum. Lebih parah lagi, mempengaruhi pandangan pembaca bahwa;
"Orang Tionghoa kurang memuliakan Tuhan."
Nah, saran bagi penulis kepada sang penulis, daripada mau bikin artikel yang terkesan keren, tapi peang, mending bikin pantun imlek saja deh. Lebih keren dijamin!
Oh ya, satu lagi. Pengusaha Tionghoa Indonesia adalah orang Indonesia asli. Mereka tidak pulang kampung ke Beijing, Shenzen, dan kota metropolitan lainnya di China untuk bersedakah angpao!
**
Acek Rudy for Kompasiana