Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saat Narkoba Masih Bersahabat dengan Manusia

27 Januari 2022   05:31 Diperbarui: 27 Januari 2022   05:37 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Narkoba Masih Bersahabat Dengan Manusia (indozone.id)

Sejak manusia ada di bumi ini, alam telah menyediakan segala kebutuhannya. Hewan sebagai pangan, sungai untuk mengaliri sawah, dan tanaman sebagai obat-obatan.

Manusia berevolusi, belajar dari pengalaman, hingga terciptalah peradaban. Seiring waktu berjalan manusia semakin kreatif. Teknologi membantu capaian kehidupan, membuat impian menjadi kenyataan.

Apa yang dulunya muskil, sekarang tidak lagi mustahil. Sayangnya sering kebablasan, sehingga apa yang dulunya baik sekarang pun menjadi terbalik.

Termasuk narkoba.

Hanya sedikit bukti arkeologi tentang kapan manusia mulai mengenal psikotropika. Namun, sebuah penggalian di Asia telah menemukan benih ganja tertua. Dari masa 8.100 SM.

Para ahli sejarah menduga bahwa manusia telah mengenal ganja pada saat yang sama dengan penemuan daun teh dan biji kopi. Yakni pada masa manusia pertama kali mengenal pertanian dan mulai belajar hidup menetap.

Sementara penemuan arkeologi lainnya menunjukkan bahwa opium dari bunga poppy (papaver somnivera) telah digunakan di selatan Eropa sejak 5.700 SM. Tepatnya di Mediterania.

Sejarah lain juga mencatat bahwa zat psikotropika untuk pertama kalinya digunakan manusia untuk keperluan ritual. Setidaknya bukti awal terjadi di Asia Tengah sekitar 4.000 tahun yang lalu.

Adalah Amanita Muscaria, jamur yang berwarna merah dan berbintik putih. Jamur ini mengandung racun yang sangat mematikan, namun dalam kasus tertentu ia bisa menimbulkan efek halunisasi. Bagi masyarakat India Kuno, jamur ini memiliki makna relijius.

Lalu di Amerika, penduduk aslinya telah mengenal puluhan jenis kaktus dan dedaunan yang memiliki efek psikoaktif. Temuan arkeologinya berasal dari tahun 4.000 SM di Navajo, bagian barat daya Amerika Serikat.

Penduduk asli Navajo menggunakan kaktus peyote (laphophora williamsii) untuk memicu kondisi ketenangan spiritual. Sementara di Meksiko, ada patung jamur jenis psylocybe yang berasal dari masa 500 SM. mengisyaratkan bahwa masyarakat lokal telah memahami efek halunisogen dari jamur tersebut.

Dengan demikian, manusia telah mengenal efek halunisasi sejak pertama kali menemukan zat-zat psikotropika yang tersedia di alam.

Efek ini biasa juga disebut sebagai fungsi rekreasional dari psikotropika. Bangsa Mesopotamia menyebut bunga poppy dengan "tanaman girang." Sementara bangsa Sumeria menyebutnya dengan gil, alias "kegembiraan."

Tanaman Poppy lalu menyebar ke Persia, Mesir, dan Yunani Kuno. Terus berlanjut ke Asia Timur dan China melalui perdagangan pada jalur sutra. Seiring perkenalannya, tanaman tersebut juga dibudidayakan. Wilayah Asia Selatan lantas menjadi penghasil bunga poppy yang terbesar di dunia.

Namun, ketika tanaman ini mulai dikenal di Mesir kuno, tanaman ini juga dikenal dengan fungsi medisnya. Masyarakat setempat menggunakan opium sebagai obat tidur, penghilang rasa sakit, bahkan obat untuk anak-anak yang sering menangis.

Entah kebetulan atau tidak, penggunaan psikotropika sebagai obat pun tercatat di negeri tirai bambu. Tabib China terkenal, Hua Tou (140-208M) dikenal sebagai ahli medis pertama dari China yang menggunakan ganja sebagai obat anestesi.

Baca juga: Hua Tuo, Penemu Akupuntur dan Dokter Bedah Pertama di Dunia

Seiring waktu berjalan, fungsi medis tanaman-tanaman psikotropika mulai berkembang. Pada 1525, adalah Paralceus (1493-1541), seorang alchemist dari Swiss yang pertama kali menjadikan opium sebagai obat pereda nyeri, yang dikenal dengan ekstrak laudanum.

Kendati demikian, barulah pada 1804, opium resmi diakui sebagai obat penghilang sakit standar medis. Saat itu seorang apoteker muda Jerman yang bernama FWA Serturner yang mengembangkannya menjadi morfin.

Morfin diklaim sebagai obat penghilang rasa sakit yang sepuluh kali lebih kuat dari opium.

Di Amerika, sejarah penggunaan morfin secara masif pertama kali terjadi pada saat perang saudara meletus (1861-1865). Zat ini dijadikan obat penghilang rasa sakit. Sayangnya ada efek sampingan, sekitar 400.000 tentara menjadi kecanduan.

Para ahli pun tidak mau menyerah. Mereka mencari bentuk baru yang tidak bikin ketagihan.

Lalu pada tahun 1874, heroin pun ditemukan oleh seorang ahli kimia asal Inggris, Alder Wright. Heroin merupakan proses lanjutan dari morfin. Dianggap lebih aman dari produk-produk sebelumnya.

Penggunaan heroin tidak diberikan secara umum. Hanya untuk kasus medis dengan penanganan dokter secara langsung. Namun, pada tahun 1895-1898, perusahaan farmasi dengan inisial (B) memproduksi obat dengan kandungan heroin secara masif.

Sebagai obat batuk bagi dewasa dan anak-anak dengan berbagai produk yang tersedia, seperti heroin pastilles, heroin tablet, heroin syrup, hingga garam heroin yang larut dalam air.

(B) mengklaim bahwa produk heroin buatannya bisa juga menyembuhkan penyakit selain batuk, seperti asma, tuberculosis, dan juga bronchitis.

Namun, efek sampingnya ada. Pasien banyak yang teler, dan batuknya kumat lagi. Barulah para ahli medis melihat bahwa produksi heroin adalah sebuah kesalahan fatal.

Heroin menyebabkan efek ketergantungan yang lebih keras daripada morfin, lantaran ia langsung menyatu dengan aliran darah dan masuk ke otak.

Pada tahun 1913, (B) memutuskan untuk menghentikan suplai heroinnya setelah terjadi lonjakan kasus ketergantungan heroin di berbagai kota besar di Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Namun, semuanya sudah telat. Kasus ketergantungan telah menyebar luas. Perang terhadap Narkoba telah dimulai. Heroin diproduksi secara masif dan disebar secara rahasia.

Semuanya terus terjadi hingga kini...

"Ketika alam sudah menyediakan semua yang terbaik, dalaj keserakahan manusia mengubahnya menjadi yang terburuk."

Pertumbuhan zat psikoaktif dan psikotropika adalah bentuk penyakit peradaban. Tiada bedanya dengan wabah penyakit, perang, dan penyakit-penyakit sosial lainnya.

**

Referensi: 1 2 3 4 

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun