Jika Anda termasuk orangtua yang merasa kasihan dengan tekanan yang dialami siswa dalam dunia pendidikan, artikel berikut ini mungkin cukup menggelitik.
Tentang bagaimana sistem pendidikan di China mengurangi tekanan hebat siswanya melalui pinjaman bank. Tapi, bukan uang yang dipinjam, tapi nilai.
Sebuah sekolah menengah negeri di Nanjing telah melakukan sistem percontohan ini. Siswa yang merasa belum siap, bisa meminjam nilai yang dijamin mereka akan lulus ujian dengan sendirinya.
Namun, namanya juga pinjaman bank. Nilai yang dipinjam jelas harus dikembalikan, beserta biaya bunganya.
Begini cara kerjanya.
Siswa mengikuti tes seperti biasa. Jika hasilnya bagus, tentu akan lulus. Namun, jika hasilnya buruk, maka mereka pun diberikan kesempatan. Sang siswa bisa meminjam nilai tertentu, lantas diluluskan.
Sebagai contoh, siswa A mendapat nilai 59 dalam ujiannya. Syarat kelulusan adalah 60. Dengan demikian ia berhak meminjam 1 nilai agar bisa lulus dengan nilai minimum.
Namun, ada tenggat untuk membayar pinjaman. Siswa A bisa menebusnya dengan mengurangi nilainya pada ujian mendatang.
Tapi, tergantung juga dari gurunya. Ada beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang memungkinkan siswa bisa membayar utangnya. Dalam kegiatan tersebut, mereka harus mempraktikkan sesuatu yang berguna bagi sekolah. Seperti, ikut berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan umum.
Bukan hanya prestasi, para guru juga menilai kepatuhan siswa di sekolah. Seperti tidak pernah terlambat, atau rajin membersihkan kelas. Nilai-nilai tambahan bisa diberikan kepada mereka.
Kalau pun mereka tidak membutuhkannya, paling tidak bisa menjadi tabungan untuk meningkatkan hasil ujian mereka.
Menariknya, solidaritas juga ditekankan. Murid-murid berprestasi dengan nilai yang tinggi dapat bantu membayarkan utang nilai murid lainnya. Tentunya tidak sembarangan. Harus ada proses wawancara lanjutan mengenai alasan pemberian bantuan. Karena terkadang, sesama murid lebih memahami kondisi kawan-kawannya sendiri.
Bagi  klien yang ingin mengajukan kredit, juga tidak serampangan. Dewan sekolah harus mengetahui alasan mengapa sang siswa ingin "meminjam."
Yang dianggap berhak adalah mereka yang memiliki alasan khusus, seperti tidak masuk kelas beberapa kali karena sakit. Ini termasuk pendukung aktivitas mereka di sekolah, seperti berprestasi di bidang-bidang olahraga atau kesenian.
Bagaimana jika siswa gagal membayar?
Layaknya pinjaman bank, semakin lama dibayar, maka bunga akan semakin membengkak. Jadinya, siswa harus bekerja lebih ekstra keras untuk mencetak nilai tambahan atau kegiatan bermanfaat lainnya.
Jika gagal membayar, maka nama mereka akan diblacklist. Mereka tidak bisa lagi meminjam nilai.
Kang Huang, kepala sekolah menengah di Nanjing yang menjalankan sistem ini berkata jika sistem bank nilai ini memberikan keleluasan bagi siswa untuk berprestasi tanpa mengacu kepada nilai ujian semata.
Ia lebih menekankan pertumbuhan siswa daripada kinerja ujian yang melelahkan. Huang juga mengatakan keresahannya terhadap "Gaokao"Â (semacam UAN di Indonesia).
Menurutnya sistem tersebut sangat menentukan masa depan murid, oleh sebab itu ia akan membantu murid-muridnya untuk mendapatkan capaian yang lebih tinggi sebelum mereka menghadapi Gaokao.
Siswa yang nilainya buruk belum tentu tidak berkualitas. Perkembangan diri lebih diutamakan dalam nilai bermasyarakat. Daripada larut dalam penyesalan, mending mereka berfokus pada perbaikan. Demikian yang dimaksud oleh Huang.
Namun, sistem ini bukannya tanpa halangan. Beberapa pakar pendidikan berpendapat jika pola ini tidak tepat. Membuat murid menjadi kurang rajin dan tidak serius dalam menghadapi ujian, terkait adanya kesempatan kedua bagi mereka.
Bagi para penolak, siswa harus diajar tegar. Dalam hidup banyak hal yang menyediakan satu kali kesempatan saja.
Terlepas dari polemik yang berseliweran, keseriusan pengelolaan sistem ini patut diacungkan jempol. Bank Nilai memang mengadopsi sistem perbankan nyata. Oleh karenanya skema pinjaman dan pengembalian pada sistem ini juga dirancang oleh para professional perbankan. Bukan kacang-kacang.
**
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H