Terlalu banyak bencana yang datang bertubi-tubi. Kerusakan alam hingga ambisi politik. Sempat juga hidup dalam ketakutan. Tapi, akhirnya semuanya harus dijalani.
Lucu mengingat bagaimana harapan kita 35 tahun lalu. Kisah fiksi menceritakan tentang perjalanan waktu, tur luar angkasa, hingga planet baru. Hingga kini semuanya masih menjadi debu. Halus tak terlihat.
Nyatanya memang teknologi telah banyak mengubah hidup. Anak-anak kita sudah semakin "tergila-gila" dengan gadget mereka. Jauh lebih canggih dari punya kamu.
Tapi, janganlah membayangkan ada hologram hidup atau dunia metaverse yang dulu sering digadang-gadangkan. Sampai sekarang pun para ahli masih begadang untuk membuatnya.
Sebenarnya sih, anak-anak bukan tergila-gila. Tapi, suatu keharusan. Dunia kerja tidak seperti dulu lagi. Semua urusan dilakukan dari rumah. Internet sudah bukan masalah lagi. Jauh lebih cepat, tidak ada lagi urusan nanti. Saat ini langsung terjadi.
Untungnya mereka sadar diri. Gadget sudah mati di malam hari. Iya, manusia di zamanku sudah merasa jika ketagihan gawai seperti aksi bunuh diri. Meninggalkan hidup yang seharusnya berarti.
Medsos sudah tidak seperti di zamanmu lagi, gaya hidup hedon sudah ditertawai. Privasi sudah jadi barang mewah, orang-orang tidak mau lagi membocorkan rahasia hidupnya kepada publik.
Tren yang berkembang adalah bagaimana hidup di dunia nyata. Sesuatu yang pernah hilang di antara zaman sesudah kamu dan sebelum aku. Ketenangan menjadi dambaan, kesadaran menjadi penting untuk melanjutkan hidup.
Sekaligus mendambakan nostalgia. Sesuatu yang selalu menjadi pengecualian bagi generasi penerus kita.
Begitu pula dengan musiknya. Tidak ada lagi K-Pop, tapi The Beatles masih berjaya. Lagu mereka kembali digemari, karena kecanggihan teknologi, video buram bisa didaur ulang. Kita semua di sini, merindukan masa lalu.
Saya masih suka dengar musik, tapi sudah malas nonton film. Pusing dengan alur kisah yang semakin tidak masuk akal. Terlalu mengada-ada.