**
Di zaman Soeharto, penggunaan bahasa Indonesia menjadi salah satu hal yang paling wajib. Saya bisa merasakannya sendiri di Makassar, bagaimana generation gap membuat bahasa Mandarin yang sebelumnya adalah lingua franca bagi para pedagang Tionghoa Makassar, kini lenyap sudah.
Tapi, tidak di Medan. Menurut Sutopo, orang Medan susah-susah diatur. Namun, saya punya teori tersendiri. Bisa saja orang Tionghoa Medan sudah tidak perlu bahasa persatuan lagi. Dialek Hokkien Medan telah menjadi simbol kesatuan bagi mereka.
Dengan berbahasa Hokkien, orang-orang Tionghoa Medan tidak akan kehilangan identitas mereka sebagai bangsa Indonesia. Dengan dialek Hokkien yang berseliweran, kota Medan telah mampu bertransformasi menjadi kota Metropolitan.
**
Pada akhirnya, bahasa Hokkien Medan telah menjadi penutur sejarah terhadap bagaimana bangsa ini terbentuk. Pembauran yang berlapis-lapis, evolusi budaya tipis-tipis, hingga sejarah tumbuh kembangnya satu bangsa yang dinamis. Semuanya tertaut dalam bahasa Hokkien Medan.
Bahasa Hokkien Medan telah menjadi bahasa daerah. Ia telah ada jauh sebelum bahasa menjadi Indonesia. Ia telah ada berabad-abad sebelum Indonesia menjadi Indonesia.
Jadi, besok-besok, jika kamu, kamu, dan kamu ke Medan. Ingatlah bahwa bakpao, bakpia, bakso, angpao, hingga bokek adalah serapan dari bahasa Hokkien.
Belajarlah dari sekarang, asal jangan sampai keplesetan kata "pukimak." Eh...
**