Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah "Ledy" Bisa Dianggap sebagai Penyandang Disabilitas?

7 Desember 2021   06:12 Diperbarui: 7 Desember 2021   06:15 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ledy sudah bekerja di perusahaanku selama 3 tahun. Nama aslinya "boy banget." Meskipun ia juga senang dipanggil dengan Barbie atau Blonde.

Pada saat manager toko mewawancarainya, saya kebetulan ada di sana. Ragu dengan keputusannya sendiri, saya pun mengambil alih.

"Terima saja. Ia punya potensi," ujarku kepada Widya, sang manajer.

Nyatanya feeling-ku benar. Sekarang Ledy telah menjadi ikon perusahaan. Selalu tampil dalam acara Instagram Live mingguan. Membuat heboh warga sekampung dengan aksinya yang klimis-unyis.

Saya tidak punya alasan pasti saat merekrutnya. Bagiku, gayanya yang unik adalah sebuah kekuatan. Sesuai dengan prinsipku, jika ingin berbeda, jadilah yang berbeda.

Nyatanya Ledy pun senang bekerja di sini. Semua karyawan menyukainya, pelanggan pun demikian. Ia patuh dan tepat waktu. Rajin bekerja dan jarang kena teguran. Kecuali untuk lipstik yang ia sembunyikan dari balik masker.

Ketika membaca topik pilihan di Kompasiana tentang "Kebutuhan Disabilitas," saya lantas bertanya. Apakah si Ledy ini termasuk penyandang disabilitas.

Bisa iya, bisa tidak tergantung dari defenisinya. Mengutip dari laman Kemensos.go.id, Waria termasuk salah satu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.

Ia termasuk dalam kategori ke-5 pada laman tersebut. Bagian dari kelompok besar "Minoritas."

Secara fisik, kategori ini bisa saja memiliki tubuh yang sehat. Namun, jiwa mereka terkadang dianggap sesat.

Waria, banci, LGBT, atau apa pun namanya seringkali menjadi objek diskriminasi. Bukan hanya di negara kita saja, tapi di seluruh dunia.

Sehingga secara sosial mereka memiliki keterbatasan. Kegiatan mereka terbias dan keberadaan mereka terkias.

**

Mungkin ada baiknya kita melihat dari awal. Kondisi orientasi seksual yang berbeda ini bukanlah penyakit.

Menurut dr. Boyke Nugraha, pakar seksolog Indonesia, ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sifat dan orientasi seksual seseorang waria. (tempo.co)

Satu. Faktor Biologis. Hal ini berhubungan dengan hormon seksual wanita yang mendorong seseorang berperilaku sebagai wanita.

Dua. Faktor Psikogenik. Disebabkan oleh faktor psikologis. Bisa saja berasal dari kondisi keluarga yang tidak harmonis, atau faktor perlakuan dan pengakuan orangtua.

Tiga. Faktor Sosiogenik. Alias lingkungan sosial yang kurang kondusif.

Namun, bagaimana pun waria dan sejenisnya tetap adalah bagian dari masyarakat modern. Bahkan jauh sebelum itu, ia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang.

**

Nyatanya, para leluhur kita lebih menghargai fakta perbedaan ini. Banyak kebudayaan yang justru mengakui bahwa gender tidak seperti apa yang diakui saat ini. Bukan hanya dua seperti yang kita ketahui sekarang, namun ada yang sampai empat jenis.

Mereka bahkan mendapatkan tempat terhormat di bumi Nusantara. Di Sulawesi Selatan, ada kaum Bissu pada Masyarakat Bugis. Mereka adalah golongan pendeta dalam agama tradisional Tolotang.

Bissu dianggap sebagai setengah manusia, setengah dewa. Juga dianggap sebagai penghubung alam manusia dan dewata.

Dalam kepercayaan Tolotang, ada empat jenis gender yang diakui. Yakni, Makunrai (perempuan), Oroane (lelaki), Calalai (perempuan yang berpenampilan seperti lelaki) dan Calabai (Lelaki yang berpenampilan seperti wanita). Bissu adalah perwakilan dari semuanya.

Pun dengan di Thailand. Apakah Anda pernah mendengar istilah Lady Boy atau Kathoey? Keberadaan mereka cukup dapat diterima luas. Tersebab hingga kini masih melekat menjadi bagian dari adat istiadat.

Adat di Thailand juga mengakui ada empat jenis gender, yakni: perempuan, lelaki, kasim (pandaka), dan ubhatobyanjanaka (hermafrodit). Kathoey dianggap sebagai jenis gender ke-empat. Mulia adanya.

Dalam kepercayaan tradisi Thailand, memiliki Kathoey dalam keluarga dianggap membawa keberuntungan.

Pengabdian kepada orangtua hanya milik kaum wanita. Sementara lelaki wajib bekerja. Katheoy dianggap berhak untuk bekerja sekaligus menjaga kedua orangtuanya.

Golongan Bissu dan Kathoey Thailand hanya segelintir contoh tentang pandangan tradisional terhadap peran waria. Masih banyak lagi. Ada Muxe di Mexico, Fa'afafine di Samoa, dan Hijria di India.

**

Istilah Genderqueer ramai beredar saat ini. Alias sebuah pengakuan yang tidak terpaku kepada dua jenis kelamin saja. Genderqueer lebih berfokus kepada sifat feminin, maskulin, kedua-duanya, atau tidak sama sekali.

Dalam psikologi, istilah genderqueer lebih melebar lagi. Bisa merujuk kepada ambiguitas gender atau bentuk pengaburan dari sifat asli jenis kelamin. Atau expansive gender yang mengarah kepada ekspresi gender yang lebih luas dari sifat lahiriah seseorang.

Alias seseorang yang tidak ingin berkomitmen pada satu gender tunggal saja (genderfluid). Atau bisa juga merujuk kepada seseorang yang mengakui dua jenis gender dalam waktu yang sama (pangender).

Namun, bukan berarti para penganut paham genderqueer adalah para pelaku transgender atau yang memiliki orientasi seksual yang berbeda. 

Identitas gender berada secara terpisah dengan orientasi seksual. Para Genderfluid juga memiliki berbagai macam orientasi sosial seperti orang lain pada umumnya. Meskipun para transgender juga termasuk dalam kategori ini. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi kehidupan telah banyak berubah setelah ribuan tahun. Dalam ekspansi global, peranan keluarga, sosial, dan dunia kerja sudah tidak lagi membatasi jenis kelamin.

Genderqueer dianggap sebagai solusi terhadap pandangan kuno atas gender dan peranannya. Pandangan yang lebih ekstrim lagi disebut dengan agender. Alias tidak mengakui identitas gender sebagai hal yang penting.

**

Ledy tidak cacat. Ia sehat secara fisik maupun mental. Ia bukanlah penyandang disabilitas. Namun, ia memang memiliki keunikannya sendiri. Merasa sebagai seorang wanita, meskipun masih kencing berdiri.

Kadang membuat kita tertawa, kadang iba, kadang pula sedih, tapi lebih banyak menghina. Karena memang demikian adanya. Standar kehidupan bagi manusia adalah yang seharusnya masuk dalam batas norma yang diakui secara umum. Jadilah lebel "disabilitas" disematkan padanya. 

Padahal manusia lupa, nun jauh di sana. Ada kerajaan fauna dan flora yang mengukuhkan eksistensi genderqueer.

Manusia memberikannya istilah Hermafrodit. Alias sebuah organisme yang memiliki dua jenis alat kelamin berbeda yang berfungsi secara penuh.

Alam saja mengukuhkannya, mengapa manusia masih berjumawa? Karena pada dasarnya alam manusia memang lebih bobrok dari segala jenis binatang apa pun yang ada di dunia ini.

Semoga hal ini bisa bermanfaat sehingga Ledy dan kaumnya dapat hidup tenang sesuai dengan kodratnya.

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun