Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mengapa Alat Kelamin Pria disebut "Burung"? Panjang Ceritanya

18 November 2021   04:19 Diperbarui: 18 November 2021   12:26 3094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cnnindonesia.com

Sebuah tulisan beredar di Kompasiana beberapa saat yang lalu, judulnya Ketika Burung Suami Mati.

Entah mengapa Acek langsung berpikiran ngeres saat membaca tulisan yang biasanya tersimpan pada kanal humor. Tapi, eh... penulisnya Kompasianer serius. Langsung lah Acek lemas.

Pikiran ngeres ini Acek harap ada pada kamu, kamu, kamu, dan kamu juga. Sebabnya memang itu esensinya.

Burung sering diasosiasikan dengan penis, dan penis sering disebut burung, meskipun burung sendiri tidak punya penis.

Analogi ini tak terbantahkan, meskipun ada yang mengatakan "punyaku mirip roket, gagah perkasa!" Gak berlaku, "burung" adalah burung!

Adapula mungkin yang malu-malu kucing. Ia pun berkata (sambil berbisik), "punyaku mirip jempol." Gak berlaku, "burung" adalah burung!

Sebabnya istilah ini sudah berlaku sejak ratusan tahun lalu dan juga berlaku di seluruh dunia. Di negeri Paman Sam misalkan, penis disebut "Cock" alias ayam jantan.

Begitu pula bahasa Spanyol, Paloma yang artinya Merpati, Pajaro (burung), Polla (ayam), dan Pavo (kalkun).  

Di Jawa namanya manuk, meski ada juga istilah cucak ruwo, tapi ini juga jenis burung.

Kapan persisnya istilah ini digunakan? Tidak ada literatur yang tepat, meskipun ada yang mengatakan "burung" resmi jadi burung sejak abad ke-12 di Jerman. Tapi, tidak usah peduli. Pokok e "burung" adalah burung!

Soalnya penis memang bentuknya seperti burung, ada telurnya pula (testis). Belum lagi budaya malu-malu sopan sejak zaman bapakmu. Penis itu kasar jika diucapkan. Sering pula dipakai sebagai bahasa makian, seperti "k***."

Jadilah eufemisme (penghalusan istilah). Satu-satunya yang paling mudah adalah burung.

Nah, kemiripan fisik itu sudah pasti, namun ternyata ada juga hal lain yang mensahihkan istilah ini. Di beberapa negara dan budaya, ayam jantan adalah simbol maskunilitas.

Tapi dasar manusia, maskunilitas selalu dihubungkan dengan keperkasaan. Penis sebagai alat reproduksi lantas dianggap superior. Nyatanya ada beberapa kebudayaan yang mengagungkan penis, baik melalui karya seni atau pun pada adat ritual.

Pas pula, ayam jantan modelnya mirip penis. Pada unggas ini ada yang namanya pial, (kbbi: cuping merah pada dagu dan telinga ayam). Kalau si jantan sedang bersemangat, pial tersebut akan terisi darah dan mengembang.

Belum lagi paruh dan leher ayam memang mirip alat kelamin pria dan biji zakarnya. Ketika ayam jantan mau berkokok maka ia akan menarik kepalanya ke belakang, lehernya tegang, lantas "kukukruyuuuuk..." 

Mirip dengan bunyi desahan "Ahhh..." Paham sampai di sini?

Namun demikian, banyak juga budaya yang tidak setuju dengan burung sebagai "burung." Di China misalnya, namanya u qui thuo artinya: kepala kura-kura. Di Finlandia disebut muno, alias telur. Sementara orang Polandia sendiri menyebutnya dengan Chuj yang berarti jarum.

Tapi, Acek tetap tidak setuju. Oleh sebab itu tulisan ini akan diperpanjang dengan menggunakan teori argumentum ad populum. Alias pokok e "burung" adalah burung!

Sudahkah kamu paham dengan model kepala burung yang panjang dan berparuh. Belum lagi ada yang suka celingak celinguk cari mangsa. Burung adalah "burung!"

Ditambah lagi dengan telur sebagai bentuk perkembang biakan. Biji zakar tempat menaruh sperma. Rumah kamu, kamu, kamu, dan kamu sebelum dilahirkan. Burung adalah "burung!"

Ada bulunya pula, emangnya punyamu kagak? Itu melambangkan hak prerogatif lelaki untuk membuahi wanitanya. Burung adalah "burung!"

Terus, burung itu suka dielus-elus. Jika sudah demikian, ia akan merasa nyaman, terbuai, dan penuh semangat. (baca: galak). Burung adalah "burung!"

Lantas kalau sang kekasih dipatuk burung, ia bakal menjerit. Tapi, sakitnya cuman sebentar doang. Sementara jika "burung" mu mematuk, maka niscaya dirinya akan sengsara 9 bulan. Jadi, burung adalah "burung!"

Kembali kepada judul artikel yang bikin pikiran Acek ngeres. Emangnya kamu tidak? Iya wajar saja, sebabnya ada eufemisme seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Tapi, tulisan ini tidak sama sekali bikin kamu ngeres. Disajikan dengan sopan dan penuh riset ilmiah. Andaikan ada yang ngeres, yauda. Itu masalah pribadi lah.

Lantas apa kesimpulan dari tulisan ini?

Pokok e burung adalah "burung!" Dan Acek bangga dengan burung Acek yang menawan. Bentuknya perkasa, warnanya putih, selalu aktif di pagi hari. Coba lihat fotonya. 

sumber: cnnindonesia.com
sumber: cnnindonesia.com

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun