Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Gunawan Santoso, Pembunuh Bos Asaba dan Jejak Kekejamannya

16 Oktober 2021   04:07 Diperbarui: 16 Oktober 2021   04:16 26050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta 6 Juni 2003

Jalanan macet seperti biasa. Seorang lelaki sedang mengendarai mobil di tengah keramaian kota Jakarta. Tepatnya di jalan Angkasa, depan Hotel Golden. Tanpa ia sadari, dua sosok asing menghampiri mobilnya.

"Dor, Dor..." Suara letupan keras terdengar.

Paulus Teja Kusuma, tersungkur bersimbah darah. Dua proyektil bersarang di leher dan dada direktur keuangan PT. Asaba tersebut.

Paulus segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Pertolongan pertama pun diberikan. Beruntung bagi dirinya, ia lolos dari maut.

**

Bagi orang yang tahu tentang prahara yang terjadi di PT. Asaba, tidak susah untuk menebak motif penembakan Paulus. Enam bulan sebelumnya, Gunawan Santoso kabur dari LP Kuningan pada 15 Januari 2003.

Gunawan adalah terpidana kasus penyelewengan dana 25 Milyar di PT. Asaba, ia diganjar 28 bulan penjara. PT. Asaba adalah perusahaan milik Keluarga Angsono. Gunawan bukanlah orang lain di sana. Perusahaan tersebut milik mertuanya sendiri.

Namun, sepertinya Boedhyarto Angsono adalah orang yang sangat tegas. Menantu sendiri pun tidak dimaafkan. Gunawan diceraikan istrinya, tidak bisa bertemu anak-anaknya lagi, dan konon rumah orangtuanya pun disita.

19 Juli 2003

Dua tubuh ditemukan tergelatak tewas. Luka tembakan terdapat di sekujur tubuhnya. Lokasinya di Gelanggang Olahraga Sasana Krida, Pluit, Jakarta Utara.

Korban adalah Boedhyarto Angsono, Dirut PT. Asaba. Satunya lagi adalah Sersan Kepala TNI Edy Siyep. Edy ini adalah pengawal Angsono. Ia bukan orang biasa, tercatat sebagai anggota pasukan elit Kopassus TNI AD.

Polisi dengan mudah menebak jika pembunuhan tersebut melibatkan orang professional. Ternyata benar, ada empat orang yang terlibat, yakni Suud Rusli, Syam Ahmad Sanusi, Fidel Husni, dan Santoso Subianto. Mereka adalah anggota Marinir TNI AL.

31 Juli 2003

Dua minggu kemudian, keempat orang ini berhasil diciduk. Bayaran mereka lumayan "mahal." Hanya empat juta rupiah saja. Tapi, motivasinya bukan itu. Suud yang memimpin tim eksekusi memiliki kedekatan khusus dengan Gunawan Santosa.

Sontak sistem pengamanan penjara terkuak lagi. Gunawan yang berhasil melarikan diri bikin masalah. Tiga nyawa melayang dan melibatkan elit militer TNI pula.

Gunawan dengan cepat menjadi The Most Wanted Criminal di seantero Jakarta. Dicari polisi, dicari TNI. KSAL saat itu, Laksamana TNI Bernard Sondakh sampai geram. Ia berkata jika korpsnya akan mencari Gunawan sampai kapan pun.

"Kalau kami tangkap, pantatnya akan ditembak dulu baru diserahkan ke polisi," ungkap Bernard Sondakh.

Yang paling terancam adalah pihak keluarga Angsono. Cerita yang sempat saya dengarkan dari salah satu manager di PT. Asaba, Stephen Angsono, putra tertua Boedhyarto tidak pernah lagi ke kantor. Ia tidak hanya mendapat pengawalan ketat, namun juga mengubah rutinitasnya setiap hari.

12 September 2003

Setelah sembilan bulan buron, Gunawan akhirnya tertangkap di lantai bawah area parkir Griya Kemayoran, Jakarta. Reserse Polda Metro Jaya patut diacungin jempol. Tersebab Gunawan bukan lagi Gunawan yang dulu.

Terilhami film John Travolta, Face-off, Gunawan melakukan hal yang sama. Wajahnya sudah berubah. Begitu pula identitasnya. Gunawan memegang 3 KTP dan 2 SIM bebeda.

Satu-satunya tanda yang tak sempat ia hilangkan adalah tahi lalat di pinggul kiri. Yang bisa mengenalnya hanya Alice, istri Gunawan.

Hidup dalam pelarian tidak bikin Gunawan menderita. Ia masih bergelimpangan harta. Kos-kosan di Griya Kemayoran harganya selangit. Juga dengan kendaraan pribadinya. BMW Seri 7 yang setara harga sebuah apartemen.

30 Maret 2004

Tidak mau kecolongan dua kali, Rutan Salemba pun menjadi persinggahan berikutnya. Namun, Gunawan bak aktor penjahat di film Bollywood. Aksi nekat berikutnya ia lakukan pada saat perjalanan dari Rutan Salemba menuju ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Di tengah perjalanan, Gunawan menodong petugas kejaksaan dengan pistol yang entah ia dapatkan dari mana. Ia memanfaatkan lalu lintas yang sedang macet di jalan Johar Baru.

Tapi, tidak pakai waktu lama. Pada hari yang sama, Gunawan kembali ditangkap di jalan Cempaka Putih. Ia juga tertembak di pinggang akibat tidak sengaja meletupkan pistolnya sendiri.

Dari tanggannya, petugas menyita sepucuk pistol tipe Bareta dengan 3 butir peluru, tiga borgol, telpon genggam, plus uang tunai sebesar 35 juta rupiah.

24 Juni 2004

Kasusnya pun kembali disidangkan. Gunawan terkena pasal pembunuhan berencana kepada mantan mertuanya. Hakim memutuskan hukuman mati kepadanya.

Hal yang memberatkan Gunawan adalah memperalat aparat negara untuk melakukan tindak pidana, tidak mengakui perbuatannya, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Dalam persidangan Gunawan memohon kepada majelis hakim, agar selnya dipindahkan dari Salemba ke Cipinang. Ia merasa terancam dengan orang-orang suruhan keluarga mertuanya. Hakim menyetujui, Gunawan pun ditahan di LP Cipinang.

5 Mei 2006

Ternyata alasan takut dengan ancaman orang-orang suruhan mertuanya hanyalah akal bulus Gunawan semata.

Gunawan kabur dari LP Cipinang. Ini adalah kali ketiga. Diduga ada keterlibatan orang dalam. Ia mampu melewati 6 pintu dan 3 pos penjagaan tanpa ada tanda kerusakan, bahkan semua pintu kembali terkunci utuh.

Kasus pelarian Gunawan kali ini mendapat perhatian Hamid Awaluddin, Menteri Hukum dan HAM. Inspeksi mendadak langsung dilakukan ke LP Cipinang.

Kasus orang dalam yang terlibat pun mencuat. Dugaan Hamid terbukti, seorang sipir menjadi tersangka demi hadiah sebesar 2,5 juta rupiah plus janji untuk dibuatkan bisnis wartel dan rumah billyar.

Pengacara Gunawan, Alamsyah Hanafiah pun tidak menampik kenyataan pelarian diri Gunawan atas bantuan orang dalam. Ia bahkan menambahkan jika ada juga teman-teman "besar" Gunawan di luar penjara. Hanya saja teman-teman tersebut tidak ia ketahui.

20 Juli 2007

Gunawan yang merasa sudah aman kembali tertangkap. Saat itu ia sedang jalan-jalan di Plaza Senayan. Kali ini polisi tidak mau kecolongan, Gunawan mencoba melawan tapi tidak berhasil.

Sepertinya buron yang satu ini memang tidak bisa lepas dari gaya hidup mewahnya. Menurut keterangan Polda Metro Jaya, Gunawan sudah diuntit sejak ia berada di depan butik Louis Vuiton, lalu ke Hugo Boss, dan terakhir di Burberry.

Saat ditangkap, pakaian yang ia kenakan pun mentereng. Kacamata Armani dan topi merek Dolce & Gabanna. Ada seorang perempuan yang menemani. Namun, sudah berhasil kabur sebelum diidentifikasi polisi.

Saat ditanya, Gunawan mengaku jika ia bernama Calvin Satya. Namun, polisi tidak mudah percaya begitu saja. Gunawan terkenal licik. Dirinya kemudian diringkus untuk pemeriksaan selanjutnya.

Di manakah Gunawan berada selama dalam pelariannya? Ternyata ia mondar-mandir untuk menghilangkan jejak. Singapura menjadi tempat yang paling sering ia berada. Jakarta hanya sesekali.

Gunawan pun akhirnya dijebloskan ke LP Nusa Kembangan dengan tingkat pengamanan maksimum.

Pada akhir tahun 2015 lalu, Kejaksaan Agung sedianya akan segera melakukan eksekusi mati kepada Gunawan Santosa. Namun pria licin bak belut ini mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Jadilah hingga kini, Gunawan masih menghirup udara di LP Nusa Kembangan yang (mungkin) akan menjadi tempat persinggahan terakhirnya. Entah kapan.

9 Maret 2004

Pada saat Alice, istri Gunawan memberi kesaksian, ia menyatakan;

"Saya tahu Gunawan adalah otak pembunuhan ayah saya. Itu karena saya tahu sifatnya yang mau mengorbankan apa saja untuk mencapai keinginannya,"

Tidak mudah bagi Alice untuk melihat kenyataan bahwa suaminyalah yang membunuh ayahnya. Ia harus kehilangan suami dan sekaligus menerima kenyataan bahwa ayahnya telah tiada.

Namun, apa yang dikatakan olehnya paling tidak mencerminkan kisah kejahatan Gunawan Santosa. Ia adalah seorang yang pantang menyerah dan mampu menghalalkan segala cara untuk ambisinya.

Referensi: 1 2 3 4 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun