Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jenderal Andika, Reshuffle Kabinet, Panglima TNI, Kepala BIN, dan Pilpres 2024

13 Oktober 2021   04:51 Diperbarui: 13 Oktober 2021   04:57 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang masa pensiun Panglima TNI, Hadi Tjahjanto pada November 2021 nanti, Presiden Jokowi belum memutuskan penggantinya. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Mulai dari isu global, khususnya di Laut Cina Selatan, hingga eskalasi politik dalam negeri menjelang Pilpres 2024.

Kendati demikian, beberapa nama telah mencuat. Yang santer terdengar adalah KSAD Jenderal Andika Perkasa. Namun, ada pula nama KSAL Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.

Semuanya menunggu keputusan presiden yang mungkin akan diumumkan bersamaan dengan reshuflle kabinet.

Namun, ada pula isu lain yang beredar. Berdasarkan informasi dari sumber (1), ada kemungkinan jika Andika akan ditempatkan sebagai Kepala BIN menggantikan Budi Gunawan (BG). Nantinya BG akan menjadi Menkopolhukam, dan Mahfud MD akan menjadi Menteri Hukum dan HAM. Namun, isu ini masih liar.

Terkait dengan hal ini, timbul-lah pertanyaan-seberapa pentingkah posisi Kepala BIN bagi Presiden? Apakah ia memiliki bobot strategis yang sama dengan Panglima TNI?

Tentu kedua posisi ini tidak bisa dibandingkan. Secara struktural dan fungsi saja sudah berbeda.

Namun, menarik untuk mengetahui fakta bahwa sejak 2020, BIN telah resmi di bawah Presiden. Tidak lagi merupakan tugas koordinasi Kemenko Polhukam. Klien BIN hanya satu, yakni Presiden RI.

Sejak dibentuk pertama kali, badan intelijen negara ini telah enam kali ganti nama. Mulai dari Badan Istimewa pada tahun 1945, hingga resmi bernama BIN pada tahun 2016.

Di era Soekarno, badan ini tiga kali berganti nama. Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani), kemudian Badan Koordinasi Intelijen (BKI), dan terakhir Badan Pusat Intelijen (BPI).

Kepala Intelijen Indonesia pertama adalah Kolonel Zulkilfi Lubis, hingga Soebandrio yang menjabat Kepala BPI. Isu yang berkembang pada saat itu adalah perang ideologi komunis-non komunis di tubuh militer.

Di masa Soeharto, badan intelijen mendapatkan tempat yang lebih strategis, menjadi mata dan telinga Presiden. Soeharto membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Orang terdekat pun terpilih, dan militer memegang peranan penting. Ada Yoga Sugomo dan Soetopo Juwono. Adapula jabatan strategis lainnya yang dipimpin Ali Moertopo. Semuanya dekat dengan Keluarga Cendana.

Pada awal masa pemerintahan Gus Dur, ZA Maulani-lah yang menjadi kepala BAKIN. Ia beraliran konservatif dan "kanan."

Waktu itu ancaman teroris merajalela. Mahfud MD sebagai Menteri Pertahanan  memberikan rekomendasi kepada Gus Dur - Bakin loyo, tidak seperti pada era Orde Baru.   

Gus Dur pun mengambil keputusan nyeleneh. Maulani diganti dengan seorang perwira beragama Kristen, Arie Kumaat. Bagi Gus Dur, Kepala Intel tak harus seiman. Sebab yang lebih dibutuhkan adalah kesetiaan kepada Presiden.

Apakah Arie adalah orang Gus Dur? Tidak, namun bagi Gus Dur, seseorang yang berasal dari kalangan minoritas akan lebih loyal. Prinsip ini sama seperti yang diyakini oleh LB. Moerdani.

Sewaktu Megawati menjadi Presiden, Kepala badan intelijen sebagai orang dekat presiden belum berubah . Adalah Hendropriyono yang terpilih. Ia dekat dengan sosok Megawati dan juga PDI Perjuangan.

Di zaman SBY, Mantan Kapolri Sutanto yang ditunjuk. Hal ini mendobrak kebiasaan. Sebelumnya kepala badan intelijen umum dari kalangan militer. Namun, bukan soal sipil atau militer. Ini soal orang kepercayaan.

Era Jokowi

Akan tetapi, hal yang sama sepertinya tidak terjadi di zaman Jokowi. Sutiyoso adalah mantan sosok militer senior, Gubernur DKI dan juga pendiri PKPI.

Namun, ia tidak memiliki kedekatan khusus dengan Jokowi. Ada indikasi jika Jokowi ingin "membalas jasa" kepada PKPI sebagai partai pendukung.

Dalam kasus kewarganegaraan Arcandra Taher, Jokowi sempat kecolongan. Konon karena ia tidak meminta masukan BIN. Hal ini mencuat setelah Sutiyoso menyatakan demikian ke media massa.

Sebelumnya, pernah ada juga catatan dari Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyahri. Ia menyatakan jika Sutiyoso sudah memperingatkan adanya ancaman bom Sarinah. Sayangnya informasi tersebut tidak digunakan dengan baik.

Apakah ini menandakan jika Sutiyoso sebagai Kepala badan intelijen tidak sejalan dengan Presiden? Tidak ada kesimpulan demikian. 

BAKIN kemudian berubah menjadi BIN ketika Budi Gunawan menggantikan Sutiyoso. Pengangkatan ini menimbulkan banyak tanda tanya.

Bukan rahasia lagi jika Budi adalah orang dekat Megawati. Kedekatan tersebut sudah terbina sejak lama. Budi adalah mantan ajudan Megawati, ketika masih menjabat sebagai Wapres di masa Gus Dur.

Rumor pun beredar. Penunjukan Budi ditenggarai sebagai bentuk kepatuhan Jokowi kepada Mega. Tapi, sekali lagi hanya rumor.

Jika Andika Perkasa yang ditunjuk sebagai Kepala BIN, seperti apakah strategi Jokowi?

Dikutip dari sumber (4), pada saat Andika diangkat menjadi KSAD, Koordinator KontraS, Fery Kusuma menuduh penunjukan Andika sarat dipengaruhi keinginan elit politik di lingkar Jokowi.

Andika adalah menanto Hendropriyono, salah satu pentolan PKPI, partai pendukung Jokowi. Hendropriyono juga adalah mantan Kepala Intelijen yang dekat dengan Megawati. Selain itu, Andika juga pernah tercatat sebagai Danpaspampres Jokowi-JK.

Apakah salah?

Robert Gates, seorang pemikir intelijen asal Amerika Serikat menyatakan bahwa profesionalisme dan kapasitas saja tidaklah cukup. Kepala Intelijen harus merupakan orang kepercayaan Presiden.

Senada dengan teori Gates, pengamat intelijen Indonesia, Ridwan Habib juga setuju jika Kepala BIN harus bisa dipercaya oleh Presiden. Menurutnya, laporan yang disodorkan adalah bahan pertimbangan Presiden yang krusial dalam mengambil keputusan.

Jika tidak maka akan sangat berbahaya. Bayangkan jika informasi yang disajikan oleh intelijen itu salah, atau justru Presiden yang tidak mempercayainya.

Pertanyaan berikutnya, apakah Jenderal Andika Perkasa adalah orang yang dipercayai Jokowi? Atau ia hanya titipan dari kekuatan elit politik yang lebih besar?

Entahlah, menarik untuk menunggu hasil pengumuman reshuffle kabinet yang mungkin akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini. Yang pasti, peranan Kepala BIN tidak akan lebih kecil daripada posisi Panglima TNI dalam langkah pengamanan hasil Pilpres 2024 nanti.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun