Gus Dur yang ingin mengurangi represif politik terhadap NU kemudian bermain cantik. Ia setuju untuk menerima "perdamaian" yang ditawarkan kepadanya. Gus Dur akan berkampanye untuk Golkar, sebagai gantinya "serangan-serangan" kepada NU dan Megawati ditiadakan lagi.
Sampai di sini, apa yang diharapkan oleh Soeharto cukup berhasil. Dua kekuatan besar, ABRI dan Kaum Muslim telah berada pada pihaknya.
Sisa satu langkah terahir, Tutut akan menjadi Ketua Umum Golkar. Kendati ada perlawanan dari kelompok reformis dalam tubuh Golkar, di bawah pimpinan Akbar Tanjung dan Marzuki Darusman, namun itu bukan halangan berarti.
Nampaknya, tidak ada lagi yang menghalangi langkah politik Soeharto untuk meneruskan tongkat kepemimpinannya kepada sang putri sulung. Sayangnya, skenario ini hanya tinggal kenangan.
Pada tahun 1998, kondisi RI berubah kacau. Kerusuhan terjadi di mana-mana, krisis ekonomi menerpa, harga bahan pokok meningkat tajam, dan Reformasi tidak bisa dicegah.
Habibie yang tidak diunggulkan pun terpilih menjadi presiden ke-3. Mengubah wajah negara seperti apa yang kita ketahui hingga kini.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H